Kajian Riyadush Shalihin – Bab Taqwa (Definisi Taqwa #4/5) – Ustadz Zaid Susanto, Lc.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (QS. Al Ahzab : 70)

Allah menyuruh hamba-hamba-Nya agar bertakwa serta beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya, seperti peribadahan seseorang yang seolah-olah melihat-Nya. Juga, hendaklah mereka mengucap perkataan yang baik, benar dan lurus, tanpa terdapat penyimpangan. Jadi setiap akan berkata dia berfikir apa yang akan saya ucapkan (baik atau tidak). Jika perkataan itu baik waktu dan caranya tepat atau tidak. Perkataan yang baik yaitu setiap perkataan yang mengandung kebaikan. Contohnya berdzikir kepada Allah, mencari ilmu dan menyampaikannya, perkataan lemah lembut kepada kedua orang tua dan perkataan yang baik sesama manusia.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. Secara garis besar perkataan itu boleh dikatakan (baik) atau tidak baik untuk tidak boleh dikatakan.

Secara rinci perkataan terbagi menjadi enam:
1.Perkataan-perkataan yang murni 100% kebaikan.
2.Perkataan yang kebaikannya jauh lebih besar daripada keburukannya / manfaatnya lebih baik dibanding mudhorotnya.
3.Perkataan yang manfaat dan mudhorotnya sama.
4.Perkataan yang tidak ada manfaat dan mudhorotnya.
5.Perkataan yang mudhorotnya lebih besar dibandingkan manfaatnya.
6.Perkataan yang murni keburukannya.

Dari hadits di atas kita diperintahkan untuk berkata yang baik, yang memberikan manfaat. Maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir dia meletakkan akalnya di depan lisannya. Dia berfikir terlebih dahulu sebelum berbicara.