3 Orang yang Allah Cuekin di Hari Kiamat – Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri

Ajaran Islam itu indah dan mulia. Islam mengajarkan kita hal-hal yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, Islam melarang kita dari mengerjakan perbuatan yang dapat berakibat dosa dan siksa. Di antara perbuatan tercela dan berat konskuensinya yaitu, sombong.

Beliau bertanya tentang hadis tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat.
Beliau meminta hadis dan juga penjelasannya.
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Salawat dan salam semoga terlimpah untuk Nabi dan Rasul-Nya yang paling mulia.
Adapun berikutnya, bahwa syariat islam telah melarang perbuatan-perbuatan
dan sifat-sifat tercela yang ada dalam diri manusia,
dan telah menuliskan dosa bagi orang yang melakukan perbuatan terlarang tersebut.
Dan jika faktor yang mendorong perbuatan dosa itu semakin kecil
maka jika perbuatan itu dilakukan, maka dosanya akan semakin besar.
Dan di antara perbuatan-perbuatan tersebut adalah yang disebutkan dalam hadis ini,
di mana Nabi ṣallāllāhu ‘alaihi wa sallam memperingatkan bahaya sombong.
Karena sombong adalah sifat tercela.
Dan pengertian sombong adalah ketika seseorang merendahkan orang lain
dan tidak mau menerima kebenaran.
Dan jika sifat sombong ini muncul dari seseorang
yang hanya memiliki sedikit faktor yang mendorongnya untuk berlaku sombong
maka dosa sombong tersebut lebih besar.
Dari sinilah, Nabi menyebutkan tiga di antara golongan yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka,
tidak akan melihat mereka, dan tidak akan mensucikan mereka pada hari kiamat,
dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih.
PERTAMA:
Orang miskin yang sombong.
Dan maksud dari orang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta untuk mencukupi kebutuhannya sendiri
sehingga dia membutuhkan orang lain untuk menafkahi dirinya,
meskipun demikian, dia menyombongkan dirinya,
padahal orang seperti ini, faktor yang mendorongnya untuk sombong sangat kecil,
meskipun demikian, dia tetap menyombongkan dirinya.
KEDUA:
Orang tua renta yang berzina
Dan maksud dari orang tua renta adalah orang lanjut usia yang sudah beruban.
Orang seperti ini sudah melemah faktor yang mendorong dirinya untuk berhubungan seksual,
meskipun demikian, masih saja dia ingin melakukan perbuatan zina.
Sehingga orang seperti ini dosanya lebih besar dari pada dosa pelaku zina lainnya.
KETIGA:
Orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang
meskipun demikian, dia masih saja berdusta. (HR. Tabrani)
Semestinya faktor yang mendorong untuk berdusta dalam dirinya sudah melemah daripada orang lain,
karena dia sudah memiliki kekuasaan, berhak memerintah dan melarang
dan punya wewenang atas orang lain
sehingga orang seperti ini, sudah melemah faktor yang mendorongnya untuk berdusta.
Jika ada seseorang yang memiliki sifat-sifat tersebut
sehingga melemah faktor-faktor yang mendorong dia untuk berbuat dosa
maka dosa baginya lebih besar.

***

سَأَلَ عَنِ الْحَدِيثِ ثَلَاثَةً لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
طَلَبَ الْحَدِيثَ وَالشَّرْحَ مَعًا
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَفْضَلِ أَنْبِيَاءِهِ وَالْمُرْسَلِيْنِ
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ الشَّرْعَ قَدْ نَهَى عَنْ أَفْعَالٍ
وَأَخْلَاقٍ ذَمِيمَةٍ تُوجَدُ عِنْدَ الْخَلْقِ
وَرَتَّبَ الْإِثْمَ عَلَى فِعْلِ ذَلِكَ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ
وَكُلَّمَا كَانَ الدَّاعِيُّ لِلْفِعْلِ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ أَقَلَّ
كُلَّمَا كَانَ الْإِثْمُ أَعْظَمَ
وَمِنْ هَذَا مَا وَرَدَ فِي هَذَا الْخَبَرِ
حَيْثُ حَذَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْكِبْرِ
فَإِنَّ الْكِبْرَ مَذْمُومٌ
وَالْمُرَادُ بِالْكِبْرِ أَنْ يَحْتَقِرَ الْإِنْسَانُ الْآخَرِينَ
وَأَنْ لَا يَقْبَلَ بِالْحَقِّ
وَإِذَا كَانَ هَذَا الْكِبْرُ يَصْدُرُ مِمَّنْ
يَقِلُّ الدَّاعِيُّ عِنْدَهُ تِجَاهَ ذَلِكَ الْكِبْرِ
فَإِنَّ إِثْمَهَا يَكُونُ أَعْظَمَ
مِنْ هُنَا ذَكَرَ أَنَّ مِنَ الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ الْعَائِلُ الْمُسْتَكْبِرُ
وَالْمُرَادُ بِالْعَائِلِ الْفَقِيرُ الَّذِي لَا يَجِدُ مَا يُنْفِقُهُ عَلَى نَفْسِهِ
فَهُوَ مُحْتَاجٌ إِلَى أَنْ يَعُولَهُ غَيْرُهُ
وَمَعَ ذَلِكَ يَتَكَبَّرُ
فَمِثْلُ هَذَا قَدْ وُجِدَ قَدْ ضَعُفَ الدَّاعِيُّ عِنْدَهُ إِلَى الْكِبْرِ
وَمَعَ ذَلِكَ تَكَبَّرَ
وَأَمَّا الثَّانِي الْأُشَيْمَطُ الزَّانِيُّ
وَالْمُرَادُ بِالْأُشَيْمَطِ كَبِيرُ السِّنِّ الَّذِي جَاءَهُ الشَّيبُ
فَمِثْلُهُ ضَعُفَ الدَّاعِيُّ عِنْدَهُ لِلْجِمَاعِ
وَمَعَ ذَلِكَ لَازَالَ يُقْدِمُ عَلَى فَاحِشَةِ الزِّنَا
فَكَانَ إِثْمُهُ أَعْظَمَ مِنْ إِثْمِ غَيْرِهِ
وَأَمَّا الثَّالِثُ فَمَنْ كَانَ لَهُ وِلَايَةٌ وَمُلْكٌ
وَمَعَ ذَلِكَ يَكْذِبُ – رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ
فَإِنَّ الدَّاعِيَّ إِلَى الْكَذِبِ أَنْ يَقِلَّ الْإِنْسَانُ نَفْسَهُ مِنْ غَيْرِهِ
فَصَاحِبُ الْوِلَايَةِ عِنْدَهُ أَمْرٌ وَنَهْيٌ
وَالَّذِي لَهُ الْحُكْمُ عَلَى النَّاسِ
وَبِالتَّالِي مِثْلُهُ يَضْعُفُ الدَّاعِيُّ عِنْدَهُ إِلَى الْكَذِبِ
فَإِذَا وُجِدَ مَنْ يَتَّصِفُ بِهَذِهِ الصِّفَةِ
مَعَ ضَعْفِ الدَّاعِيِّ إِلَيْهَا
كَانَ إِثْمُهُ أَعْظَمَ