Niat dalam ibadah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibadah yang kita kerjakan harus disertai dengan niat ikhlas kepada Allah subhanahu wata’alaa. Tanpa niat yang ikhlas, amalan tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’alaa. Ibadah puasa dikenal memiki manfaat yang baik bagi kesehatan badan. Lantas bagaimana hukumnya jika seseorang berniat puasa untuk dua tujuan yaitu pahala dan kesehatan badan?
Bentuk menggabungkan niat dalam puasa.
Ulama menyebutkan bahwa menggabungkan niat ini ada banyak bentuk.
Di antara bentuk-bentuk ini:
seseorang berpuasa karena Allah ʿAzza wa Jalla
untuk menjalankan perintah-Nya, namun disertai niat untuk menyehatkan badan,
dan untuk menjaga fisiknya,
dengan menahan diri dari makan dan minum.
Niat seperti ini akan menjadi salah satu sebab
berkurang dan tidak sempurnanya pahala puasa baginya.
Karena pahala puasa yang sempurna hanyalah bagi
orang yang tujuannya murni menjalankan perintah Allah,
dan berniat seutuhnya menaati perintah-Nya Subẖānahu wa Ta’ālā.
Mengapa aku katakan demikian?
Karena sebagian ulama ketika membahas tentang maksud-maksud dalam puasa,
mereka menyebutkan bahwa salah satu maksud puasa
adalah untuk menyehatkan tubuh, menjaganya, dan menguatkannya.
Padahal, sebenarnya ini adalah dampaknya, bukan maksudnya.
Jika ini menjadi maksud puasanya,
yaitu seseorang berniat seperti itu,
maka ketika itu dia sedang menggabungkan niatnya,
yang dengan hal itu pahalanya berkurang,
sehingga tidak mendapatkan pahala yang sempurna.
Perlu disampaikan maksud ini untuk menegasikannya,
bahwa itu bukanlah maksud yang ditetapkan oleh Pembuat syariat (Allah)
dalam niat menjalankan syiar yang agung ini,
dan perintah yang mulia ini, yang merupakan ibadah
yang dicintai oleh Allah Jalla wa ʿAlā.
***
وَصُورَةُ التَّشْرِيكِ فِي الصِّيَامِ
ذَكَرَ أَهْلُ الْعِلْمِ لَهَا صُوَرًا مُتَعَدِّدَةً
وَمِنْ هَذِهِ الصُّوَرِ أَنْ ذَكَرُوا
أَنْ يَقُوْمَ الْمَرْءُ بِالصِّيَامِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
اِمْتِثَالًا لِأَمْرِهِ وَيَكُونُ قَاصِدًا مَعَ ذَلِكَ صِحَّةَ بَدَنِهِ
وَيَكُونُ قَاصِدًا مَعَ ذَلِكَ سَلَامَةَ جَسَدِهِ
بِالْحِمْيَةِ مِنَ الْأَكْلِ وَالشَّرَابِ
فَحِيْنَئِذٍ يَكُونُ ذَلِكَ مِنْ أَسْبَابِ
نَقْصِ أَجْرِهِ وَعَدَمِ تَمَامِهِ
وَإِنَّمَا يَكُونُ التَّمَامُ
لِمَنْ قَصَدَ كَمَالَ الْاِمْتِثَالِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَكَمَالَ الطَّاعَةِ لِأَمْرِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
قُلْتُ ذَلِكَ لِمَا؟
لِأَنَّ بَعْضًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ لَمَّا تَكَلَّمُوا عَنْ مَقَاصِدِ الصِّيَامِ
ذَكَرُوا أَنَّ مِنْ مَقَاصِدِ الصِّيَامِ
صِحَّةُ الْبَدَنِ وَسَلَامَةُ الْجَسَدِ وَقُوَّتُهُ
وَهَذَا ثَمَرَةٌ وَلَيْسَتْ المَقْصِدَ
فَلَوْ كَانَ الْمَقْصِدَ مِنَ الصِّيَامِ
يَقْصِدُهُ الْآدَمِيُّ بِفِعْلِهِ
فَإِنَّهُ حِيْنَئِذٍ يَكُونُ قَدْ شَرَّكَ فِي نِيَّتِهِ
وَيَكُونُ حِيْنَئِذٍ قَدْ نَقَصَ أَجْرُهُ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كَمَالُ إِثَابَتِهِ
تَنَاسَبَ ذِكْرُ هَذَا الْمَقْصِدِ لِنَفْيِهِ
أَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْمَقَاصِدِ الَّتِي شَرَعَهَا الشَّارِعُ
لِقَصْدِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ الْعَظِيمَةِ
وَالنَّسِيكَةِ الْجَلِيلَةِ وَالْعِبَادَةِ
الَّتِي يُحِبُّهَا اللهُ جَلَّ وَعَلَا