Kenapa Terkadang Para Ulama Memilih Diam? – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir #NasehatUlama

Seorang muslim dituntut melakukan tindakan sesuai pada tempatnya. Ia menyikapi sesuatu dengan tepat. Adakalanya ia harus bicara dan ada waktu di mana diam adalah sikap yang bijaksana.

Diam itu sebenarnya adalah salah satu cara untuk menyampaikan ilmu dan mengarahkannya. Oleh sebab itu telah ditetapkan dalam kaidah usul yang darinya atau dengannya sebuah hukum bisa diambil,

dan juga bisa dijadikan dalil dalam perkataan kita sehari-hari, yaitu diam ketika dituntut untuk menjelaskan adalah sebuah penjelasan.

Berdasarkan hal tersebut, maka diamnya orang berilmu dalam beberapa kondisi dan keengganannya untuk berkata dalam keadaan tertentu sebenarnya sudah menjadi penjelasan dan keterangan.

Ada riwayat dari sebagian salaf seperti Ibrahim bin Adham dan Muhammad bi ‘Ajlan dan selain mereka, bahwa mereka berkata,

“Orang yang paling menyulitkan setan adalah orang berilmu, karena ketika dia berkata maka dia berkata dengan ilmu, dan apabila dia diam maka dia diam dengan ilmu.” Dan dalam redaksi lain, “Diam dengan kelembutan.”

Sehingga diamnya orang berilmu itu banyak sekali faedahnya, namun itu hanya dalam beberapa keadaan yang telah disebutkan oleh para ulama bahwa diam pada keadaan itu akan membawa manfaat.

Pembahasan ini sangat panjang namun akan saya sampaikan beberapa saja yang disebutkan oleh para ulama tentang sebab-sebab diamnya orang berilmu.

PERTAMA:
Dan di antara sebabnya, para ulama berkata, “Seorang yang berilmu, bisa jadi, tidak menjawab pertanyaan bertujuan untuk mendidik muridnya atau dia tidak suka dengan pertanyaan yang disampaikan oleh muridnya.”

Oleh sebab itu, konon katanya, Abu Salamah bin Abdurrahman terhalang untuk mendapatkan ilmu yang banyak, sebagaimana dikabarkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr -semoga Allah merahmati beliau-

Dan beliau dinasehati, “Seandainya kau bisa berlemah lembut dengan Ibnu Abbas sungguh kau akan mendapatkan ilmu yang banyak darinya.”

Ibnu Abdil Barr berkata bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman dahulu sering mendebat Ibnu Abbas.

Maka Ibnu Abbas, dengan maksud untuk mengajari adab kepada Abu Salamah, beliau tidak mau menjawab pertanyaannya dan tidak mau memberi apa yang dia inginkan, dan oleh sebab itulah dia kehilangan banyak sekali ilmu.

KEDUA:
Dan di antara sebab diamnya orang berilmu, bahwa dia wajib diam ketika tidak yakin mana pendapat yang benar, atau tidak jelas baginya suatu permasalahan.

Bahkan sungguh seseorang ketika semakin banyak ilmunya dan semakin kuat penguasaan ilmunya maka dia akan semakin banyak diam dan tidak berbicara,

sehingga dia fokus dalam berfatwa dan berijtihad.

Oleh sebab itu, Imam Malik -semoga Allah merahmati beliau- pernah ditanya sekitar enam puluh pertanyaan dan beliau menjawab lebih dari lima puluh pertanyaan dengan jawaban, “Aku tidak tahu!”

Dan sebagian salaf berkata, “Orang yang berilmu apabila enggan berkata ‘Aku tidak tahu.’ pasti dia akan binasa.”

KETIGA:
Dan sebab lainnya, sebagaimana disebutkan oleh para ulama, bahkan mereka mengarang kitab-kitab khusus membahas masalah ini, bahwa diam dalam beberapa keadaan akan menjadi sebab keselamatan dari fitnah.

Dan Syeikh Imam bin Albanna -semoga Allah merahmati beliau- telah menulis sebuah kitab yang beliau beri judul “al-Ghunyah fii as-Sukuut”

Dalam kitab ini beliau menjelaskan bahwa seorang yang berilmu harus diam dalam beberapa kondisi dengan syarat-syarat yang sudah diketahui oleh para ulama dan telah dibatasi dengan batasan-batasan tertentu.

Dan saya tutup perkataan saya dan semua pembahasan ini dengan sebuah riwayat yang datang dari Yazid bin Abi Habib -semoga Allah merahmati beliau- bahwa beliau berkata,

“Sesungguhnya fitnah bagi orang yang berilmu muncul ketika dia lebih suka berbicara daripada diam…

…dan lebih suka berbicara daripada mendengarkan.”

Berdasarkan hal ini, apabila keadaan seseorang adalah kebalikannya, maka sungguh dia telah diberi taufik menuju sebuah jalan yang dengan ketetapan dari Allah ‘azza wa jalla akan menjadi sebab menuju sebuah tujuan

dari menuntut ilmu, yaitu mengajari ilmu pada manusia dan menunjukkan kebaikan kepada mereka.

***

فَإِنَّ الْكَفَّ فِي الْحَقِيقَةِ طَرِيقٌ لِطَرِيقِ بَذْلِ الْعِلْمِ وَتَوْجِيهِهِ وَلِذَا تَقَرَّرَ مِنَ الْقَوَاعِدِ الْأُصُولِيَّةِ الَّتِي يُسْتَنْبَطُ مِنْهَا أَوْ بِوَاسِطَتِهَا الْأَحْكَامُ

وَيُمْكِنُ الْاِسْتِدْلَالُ بِهَا فِي كَلَامِنَا الْعَامِّ أَنَّ السُّكُوتَ فِي مَقَامِ الْبَيَانِ بَيَانٌ

وَبِنَاءً عَلَى ذَلِكَ فَإِنَّ سُكُوتَ الْعَالِمِ فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعِ وَ عَدَمَ كَلَامِهِ فِيهَا فَإِنَّهُ فِي الْحَقِيقَةِ تَوْضِيحٌ وَبَيَانٌ

وَقَدْ جَاءَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ كَإِبْرَاهِيمَ بْنِ أَدْهَم وَمُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ وَغَيْرِهِمْ قَالُوا

أَشَدُّ النَّاسِ عَلَى الشَّيْطَانِ الْعَالِمُ إِذَا تَكَلَّمَ تَكَلَّمَ بِعِلْمٍ وَإِذَا سَكَتَ سَكَتَ بِعِلْمٍ وَفِي لَفْظٍ سَكَتَ بِحِلْمٍ

إِذَنْ سُكُوتُ الْعَالِمِ لَهُ فَوَائِدُ عَظِيمَةٌ وَإِنَّمَا يَكُونُ ذَلِكَ فِي مَوَاضِعَ ذَكَرَهَا أَهْلُ الْعِلْمِ وَبَيَّنُوا أَنَّ لِسُكُوتِهِ هَذَا أَثَرٌ

وَالْحَديثُ فِي هَذِهِ كَثِيرٌ جِدًّا وَلَكِنْ أُشِيرُ لِبَعْضِ مَا ذَكَرَهُ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي سُكُوتِ أَهْلِ الْعِلْمِ

فَمِنْ ذَلِكَ أَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّ الْعَالِمَ رُبَّمَا سَكَتَ عَنِ الْإِجَابَةِ تَأْدِيبًا لِتِلْمِيذِهِ وَكَرَاهِيَّةً لِسُؤَالِهِ

وَلِذَلِكَ قِيلَ إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ حُرِمَ عِلْمًا كَثِيرًا كَمَا قَالَ ذَلِكَ أَبُو عُمَرَ بْنُ عَبْدِ الْبَرِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

وَقِيلَ لَهُ لَوْ رَفَقْتَ بِابْنِ عَبَّاسٍ لَاسْتَخْرَجْتَ مِنْهُ عِلْمًا كَثِيرًا

قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ وَكَانَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ كَثِيرَ المُمَارَاةِ لاِبْنِ عَبَّاسٍ

فَابْنُ عَبَّاسٍ لِتَأْدِيبِهِ أَبَا سَلَمَةَ كَانَ يَمْتَنِعُ مِنْ إِجَابَةِ سُؤَالِهِ وَيَمْتَنِعُ مِنْ إِعْطَائِهِ سُؤْلَهُ فَفَاتَهُ مِنْ ذَلِكَ عِلْمٌ كَثِيرٌ

وَمِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْعَالِمِ السُّكُوتُ إِذَا تَرَدَّدَ فِي التَّرْجِيحِ وَاخْتَلَفَ عِنْدَهُ النَّظَرُ

بَلْ إِنَّ الْمَرْءَ كُلَّمَا زَادَ عِلْمُهُ وَطَالَ بَاعُهُ فِي تَحْصِيلِ الْعِلْمِ كُلَّمَا كَثُرَ سُكُوتُهُ وَصَمْتُهُ

وَكُلَّمَا قَلَّ تَوَقُّفُهُ وَعَدَمُ اجْتِهَادِهِ

وَلِذَا فَإِنَّ الْإِمَامَ مَالِكًا رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى سُئِلَ عَنْ نَحْوِ مِنْ سِتِّينَ مَسْأَلَةً فَأَجَابَ فِي أَكْثَرَ مِنْ خَمْسِينَ لَا أَدْرِي

وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَالِمَ إِذَا أَخْطَأَ لَا أَدْرِي فَقَدْ أُصِيبَتْ مَقَاتِلُهُ

وَمِنْ ذَلِكَ مَا ذَكَرَهُ أَهْلُ الْعِلْمِ وَأَفْرَدُوا لَهُ كُتُبًا أَنَّ السُّكُوتَ فِي بَعْضِ الْمَوَاطِنِ يَكُونُ سَبَبًا فِي الْأَمْنِ مِنَ الْفِتْنَةِ

وَقَدْ أَلَّفَ الشَّيْخُ ْإِمَامُ ابْنُ الْبَنَّا رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى كِتَابًا سَمَّاهُ الْغُنْيَةَ فِي السُّكُوتِ

فِي هَذَا الْكِتَابِ بَيَّنَ أَنَّ الْعَالِمَ يَجِبُ عَلَيْهِ السُّكُوتُ فِي بَعْضِ الْأُمُورِ بِشُرُوطٍ يَعْرِفُهَا أهْلُ الْعِلْمِ وَيَحُدُّونَهَا بِحُدودٍ

وَأَخْتِمُ كَلَامِي فِي هَذَا وَفِي الْمَوْضُوعِ كُلِّهِ بِمَا جَاءَ عَنْ يَزِيدِ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى أَنَّهُ قَالَ

إِنَّ مِنْ فِتْنَةِ الْعَالِمِ أَنْ يَكُونَ الْكَلَامُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ السُّكُوتِ

وَأَنْ يَكُونَ الْكَلَامُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الْاِسْتِمَاعِ

وَعَلَى ذَلِكَ فَمَنْ كَانَ بِضِدِّ ذَلِكَ فَإِنَّهُ الْمُوَفَّقُ لِلطَّرِيقِ الَّذِي بِأَمْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يَكُونُ سَبَبًا فِي الْمَقْصُودِ

الَّذِي قُصِدَ لِأَجْلِهِ الْعِلْمُ وَهُوَ تَعْلِيمُ النَّاسِ وَدِلَالَتُهُمْ عَلَى الْخَيْرِ