Sebab Hilangnya Keberkahan Ilmu – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir #NasehatUlama

Seorang penuntut ilmu tentu berharap menjadi penuntut ilmu yang sukses, yaitu mendapatkan keberkahan ilmu. Namun tidak sedikit penuntut ilmu yang sudah lama belajar akan tetapi tidak meraih buah dari ilmu. Apa sebabnya? Yuk simak nasihat Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir berikut ini.

Masalah yang kelima: di antara perkara terbesar yang menjadi penghalang ilmu adalah ketika seseorang tidak mengamalkannya.
Ketika seseorang tidak mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, sungguh yang demikian itu menjadi sebab tidak berkah ilmunya.
Abu Abdurrahman as-Sulami berkata, “Orang-orang yang dahulu belajar dari para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan kepada kami…
… bahwa mereka tidak akan menambah lebih dari 10 ayat sampai mereka menghafalnya, memahami isinya tentang halal dan haram, kemudian mengamalkannya.” Mengamalkan kandungannya.
Orang yang mengamalkan ilmunya adalah orang mendapat taufik, oleh sebab itu terdapat sebuah hadis dari Mutharrif dari Ibnu Abbas, diriwayatkan secara marfu’ dari Ibnu Mas’ud dan selain beliau bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Ilmu itu adalah rasa takut. (HR. Ahmad) Khasyyah, yaitu rasa takut kepada Allah azza wa jalla.
Barang siapa yang mengetahui bahwa suatu transaksi adalah transaksi ribawi atau mengerti bahwa muamalah tertentu adalah bentuk suap kemudian ia meninggalkannya setelah dia mengilmuinya, orang inilah yang diberkahi ilmunya.
Orang inilah yang diberkahi ilmunya karena dia tahu kemudian meninggalkan suatu perbuatan atau dia tahu kemudian mengamalkannya.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seorang ahli al-Quran selayaknya dikenal menghidupkan malamnya ketika orang-orang tertidur, berpuasa ketika orang-orang tidak berpuasa, diam ketika manusia membicarakan hal yang sia-sia.”
Orang yang berilmu harus terlihat pengaruh ilmu dalam dirinya. Apabila tidak nampak pengaruh ilmu pada dirinya maka dia harus menginstrospeksi diri.
Artinya, sungguh ada masalah pada ilmu yang telah Anda pelajari.
Muzahim pernah ditanya, “Aku memasuki sebuah negeri, siapa penduduk negeri ini yang paling berilmu?” Beliau menjawab, “Yang paling bertakwa di antara mereka.”
Semakin seseorang bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, dan maksud bertakwa adalah mengamalkan ilmunya, maka dialah orang yang alim, orang berilmu yang sesungguhnya.
Adapun perkataan sebagian ulama, “Ambil ilmu dariku… adapun maksiatku tidak akan membahayakanmu.” Ini hanyalah bentuk tawadhu mereka.
Akan tetapi orang yang berilmu wajib bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla dan secara umum para penuntut ilmu, mereka harus bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla.
Dia hendaknya menyadari bahwa tanggung jawabnya lebih besar daripada tanggung jawab orang lain,
karena orang-orang pasti memperhatikan shalat Anda ketika Anda menjadi imam, mereka akan melihat bagaimana Anda menjaga sunah ketika Anda menisbatkan diri kepada ilmu.
Kesimpulannya, seseorang harus mengamalkan ilmunya agar ilmu itu mengakar kuat dan tidak berkurang atau bahkan hilang keberkahannya.

***

الْأَمْرُ الْخَامِسُ وَهُوَ مَسْأَلَةٌ أَنَّ مِنْ أَعْظَمِ عَوَائِقِ الْعِلْمِ وَعَدَمِ تَحْصِيلِهِ أَنْ لَا يَعْمَلَ الْمَرْءُ بِهِ
فَإِذَا لَمْ يَعْمَلِ الْمَرْءُ بِالْعِلْمِ الَّذِي تَعَلَّمَهُ فَإِنَّهُ يَكُونُ سَبَبًا لِعَدَمِ الْبَرَكَةِ فِيهِ
يَقُولُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيُِّ حَدَّثَنَا الَّذِينَ كَانُوا يُقْرِئُونَنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَتَجَاوَزُونَ عَشْرَ آيَاتٍ حَتَّى يَحْفَظُوهَا وَيَعْلَمُوا مَا فِيهَا مِنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ وَيَعْمَلُوا بِهَا يَعْمَلُوا بِهَا
الْمَرْءُ إِذَا عَمِلَ بِعِلْمِهِ فَهُوَ الْمُوَفَّقُ وَلِذَلِكَ جَاءَ مِنْ… مِنْ حَدِيثِ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَرُوِيَ مَرْفُوعًا عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَغَيْرِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّمَا الْعِلْمُ الْخَشْيَةُ رَوَاهُ أَحْمَدُ خَشْيَةٌ الْخَشْيَةُ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
فَمَنْ عَرَفَ أَنَّ هَذِهِ الصُّورَةَ صُورَةٌ مِنَ الرِّبَا أَوْ أَنَّ هَذَا التَّعَامُلَ تَعَامُلٌ مِنَ الرِّشَا الرِّشْوَةِ فَتَرَكَهُ بَعْدَ عِلْمِهِ فَهَذَا الَّذِي يُبَارَكُ لَهُ فِي عِلْمِهِ
هَذَا الَّذِي يُبَارَكُ لَهُ فِي عِلْمِهِ لِأَنَّهُ عَلِمَ فَتَرَكَ عَلِمَ فَعَمِلَ
يَقُولُ ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَنْبَغِي لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ أَنْ يُعْرَفَ بِلَيْلِهِ إِذَا النَّاسُ نَائِمُونَ وَيُعْرَفَ بِصَوْمِهِ إِذَا النَّاسُ مُفْطِرُونَ وَيُعْرَفَ بِسُكُوتِهِ إِذَا النَّاسُ خَائِضُونَ
صَاحِبُ الْعِلْمِ يَجِبُ أَنْ يُعْرَفَ يَجِبُ أَنْ يَظْهَرَ عَلَى آثَارِهِ إِذَا لَمْ يَظْهَرْ عَلَى آثَارِهِ فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُرَاجِعَ نَفْسَهُ
بِمَعْنَى أَنَّ الْعِلْمَ الَّذِي تَعَلَّمْتَهُ فِيهِ مُشْكِلَةٌ
قِيلَ لِمُزَاحِمٍ إِنِّي دَخَلْتُ بَلَدًا فَمَنْ أَعْلَمُ أَهْلِ الْبَلَدِ ؟ قَالَ أَتْقَاهُمْ
كُلَّمَا كَانَ الْمَرْءُ تَقِيًّا لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَعْنِي بِالتَّقِيِّ مَنْ يَعْمَلْ بِعَمَلِهِ فَهُوَ الْعَالِمُ هُوَ الْعَالِمُ حَقِيقَةً
وَأَمَّا قَوْلُ بَعْضِهِمْ خُذْ عِلْمِي وَلَا يَضُرُّكَ تَقْصِيرِي هَذَا هَذَا هَذَا مِنْ بَابِ التَّوَاضُعِ مِنْهُمْ
وَلَكِنْ يَجِبُ عَلَى الْعَالِمِ أَنْ يَتَّقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَطَالِبِ الْعِلْمِ عُمُومًا أَنْ يَتَّقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَلِيَعْلَمَ أَنَّ الشَّأْنَ عَلَيْهِ أَعْظَمُ مِنَ الشَّأْنِ مِنْ غَيْرِهِ
النَّاسُ يَنْظُرُونَ لِصَلَاتِكَ إِذَا كُنْتَ إِمَامًا وَيَنْظُرُونَ لِمُحَافَظَتِكَ عَلَى السُّنَّةِ إِنْ كُنْتَ مَنْسُوبًا لِلْعِلْمِ وَطَلَبِهِ
فَالْمَقْصُودُ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يُعْنَى بِالْعَمَلِ بِالْعِلْمِ لِكَيْ يَثْبُتَ وَأَنْ لَا يَنْقُصَ وَتَذْهَبَ بَرَكَتُهُ