Fikih Pendidikan Anak: Bila Keguguran Terjadi – Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
Sebagian wanita hamil pernah mengalami kejadian yang tentunya tidak ia harapkan, misalnya keguguran. Sehingga kesedihan pun meliputi hati calon ibu dan ayah. Sebab gambaran indah memiliki anak pupus di depan mata. Apa yang harus dilakukan ketika mengalami keguguran?
Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 152
BILA KEGUGURAN TERJADI
Semua orang tua tentu berharap agar bayinya lahir dengan selamat tak kurang suatu apapun. Demi terwujudnya keinginan itu, berbagai upaya dilakukan. Baik yang bersifat lahiriah, semisal konsumsi makanan bergizi dan rutin mengecek kehamilan, maupun yang bersifat batiniyah, seperti rajin berdoa kepada Allah memohon keselamatan.
Namun realitanya tidak setiap keinginan manusia tercapai. Kadangkala Allah menakdirkan sesuatu yang berbeda dengan keinginan hamba-Nya, karena hikmah yang dikehendaki oleh-Nya. Orang tua menginginkan agar bayinya selamat, tapi ternyata Allah menakdirkan terjadi keguguran.
Apapun kondisi yang dialami mukmin dan mukminah, ia tetap berpegang dengan panduan agama dalam bersikap. Jika keguguran terjadi, maka di antara sikap yang seharusnya diambil adalah:
Pertama: Menyadari bahwa itu takdir Allah
Seluruh peristiwa yang terjadi di alam semesta ini pasti dengan takdir Allah Yang Maha Bijaksana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya,
“مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ . لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ”
Artinya: “Setiap musibah yang terjadi di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh), sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kalian tidak terlalu bersedih hati terhadap apa yang luput dari kalian. Dan tidak terlalu bergembira (yang mengarah kepada kesombongan) terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri”. QS. Al-Hadid (57): 22-23.
Sehingga kita harus menerima takdir tersebut. Terlebih takdir yang digariskan Allah bagi hamba-Nya yang beriman, pasti itu yang terbaik untuknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ”.
“Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin, melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya”. HR. Ahmad dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban serta al-Albaniy.
Hadits ini menunjukkan bahwa sepahit apapun takdir yang menimpa mukmin atau mukminah, pasti itulah yang terbaik baginya. Entah ia bisa merasakan hikmah kebaikan tersebut dengan segera, atau ia baru mengerti setelah beberapa lama berjalannya waktu.
Kedua: Menghibur diri dengan janji surga
Bersedih saat keguguran adalah manusiawi. Namun berlarut-larut dalam kesedihan, tidak baik. Maka guna mengurangi kesedihan, renungilah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,
“وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّ السِّقْطَ لَيَجُرُّ أُمَّهُ بِسَرَرِهِ إِلَى الجَنَّةِ إِذَا احْتَسَبَتْهُ” .
“Demi Allah, sungguh bayi yang gugur benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga. Jika ibunya berharap pahala dengan kejadian itu”. HR. Ibn Majah dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu dan dinilai hasan oleh al-Mundziriy. Al-Albaniy menyatakan hadits ini sahih.
Inilah yang diistilahkan sebagian ulama dengan “syafaat bayi yang gugur untuk orang tuanya”. Namun tentunya dengan syarat harus bersabar dan berharap pahala dari musibah tersebut.
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 26 Shafar 1443 / 4 Oktober 2021