Solusi untuk Mereka yang Terburu-buru dalam Berzikir – Syaikh al-Albany #NasehatUlama

Dzikir merupakan ibadah yang mulia. Oleh karena itu, kita harus membacanya dengan penuh kekhusyuan, bacaan yang baik, dan tidak terburu-buru dalam pengucapannya.

Yuk simak Nasihat Syaikh al-Albany berikut ini.

Aku perhatikan kebanyakan manusia yang zahirnya menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang tidak hanya menjaga ibadah wajibnya bahkan ibadah sunah dan perkara-perkara yang disunahkan lainnya.

Seperti misalnya dzikir setelah salat, membaca tasbih, tahmid, takbir dan dzikir lainnya, dan aku melihat sebagian mereka ketika ingin mengamalkan sabda Nabi ‘alaihissalaam

“Barang siapa membaca subhanallaah setelah salat tiga puluh tiga kali, alhamdulillaah tiga puluh tiga kali dan allaahuakbar tiga puluh tiga kali…

… Kemudian menggenapinya seratus dengan mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli sya’in qadiir.’ …

… Dia akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.”
Ini adalah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih beliau.

Ketika mereka ingin mengamalkan hadis ini, Anda akan melihat sebagian mereka hampir-hampir tidak menggerakkan mulut mereka ketika bertasbih, bertahmid dan bertakbir kepada Allah.

Dan apa yang kalian dengar?

Barangkali kalian juga menyaksikan apa yang aku saksikan, aku tidak sendirian dalam klaim ini.

Ini kita sebut apa? Sabsabis?

Kemudian…..

Yang demikian ini buka tasbih dan bukan pula tahmid, …..

Hanya beberapa detik saja selesai berdzikir seratus kali.

Barang siapa yang mengamalkan dzikir seratus kali ini, apa ganjarannya? Allah akan mengampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.

Namun apabila cara mengamalkannya ‘basbasah’ seperti ini, demi Allah, tidak mungkin! Dia tidak boleh tergesa-gesa, hendaknya dia ucapkan seperti ini subhanallaah, subhanallaah, subhanallaah, alhamdulillaah, alhamdulillaah dan seterusnya.

Aku tidak bermaksud dengan ucapanku ini untuk menghalangi manusia dari bertasbih tiga puluh tiga kali dan mengamalkan keseluruhan hadis tersebut,

akan tetapi aku ingin menunjukkan kepada mereka sesuatu yang lebih utama bagi mereka secara syariat dan lebih mudah diamalkan, lebih utama secara syariat dan lebih mudah untuk diamalkan.

Perkiraanku, kalian akan mendengar hadis ini untuk pertama kalinya atau minimal sebagian dari kalian, yaitu sebuah hadis yang sangat penting sekali, hadis sahih juga, yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dan Al-Hakim dan selain mereka,

dari dua sahabat dengan dua sanad yang sahih bahwa seseorang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya bertemu seseorang yang bertanya kepadanya, “Apa yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada kalian?”

Dia menjawab, “Beliau mengajari kami dzikir subhanallaah….” Kemudian menyebut jumlah dzikir yang dijelaskan dalam hadis sebelumnya.

Maka orang tersebut berkata kepada seseorang yang melihatnya dalam mimpi, “Jadikan dzikir tersebut dua puluh lima kali, jadikan dzikir tersebut dua puluh lima kali.”

Maksudnya, ucapkanlah “Subhanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah,wallaahuakbar.”

Sehingga hitungan dzikir seratus kali yang biasanya dibaca seseorang, diubah menjadi dzikir dua puluh lima kali.

Dengan cara membaca dzikir dua puluh lima kali ini seseorang tidak akan tergesa-gesa dalam melafazkannya, yang merupakan cara berdzikir yang sangat kita ingkari.

Dengan ini, walaupun dia tergesa-gesa dalam berdzikir, “subhanallaah” kemudian berganti mengucapkan “alhamdulillah”, walaupun dia membacanya dengan cepat, namun kalian perhatikan dzikir ini lebih sempurna

dari pada mengucapkan, “subhanallaah, subhanallaah, subhanallaah…..” terus menerus sampai “Laa ilaaha Illallaah, laa ilaaha Illallaah, Laa ilaaha Illallaah ….”

Kemudian lama-kelamaan kalian tidak akan mendengar apapun kecuali dia mengucapkan, “Allah, Allah, Allah, Allah, ….” Begitu sampai selesai.

Maka untuk mencegah orang-orang yang suka tergesa-gesa setelah selesainya salat dalam bertasbih dan bertahmid yang dijelaskan dalam hadis pertama, maka mereka hendaknya mereka mengumpulkan empat lafaz dzikir tersebut dan diucapkan sebanyak dua puluh lima kali.

“Subhanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah,wallaahuakbar.”
Dua puluh lima kali, dan ini lebih utama, dalilnya adalah kelanjutan hadis tentang seseorang yang mimpi tadi.

Memang bisa saja mimpi hanyalah mimpi biasa dan tidak bisa menjadi penjelasan suatu hukum karena memang kita bukan ahli dalam hal tafsir mimpi. Namun orang yang melihat dalam mimpinya ini kemudian menceritakan mimpinya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau menjawab, “Jika demikian, lakukan saja.”

“Jika demikian, lakukan saja.”
Dari sini, muncul pertanyaan masalah fikih, “Apakah hadis ini penghapus hukum hadis yang pertama tadi, yaitu …

…membaca tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali dan terakhir membaca tahlil sekali?”

Tidak! Hadis tersebut tidak menghapus hukum ini, namun hanya pilihan yang lebih utama.

Maka apabila seseorang selesai salat kemudian berdzikir dengan hitungan tiga puluh tiga kali ini dengan tumakninah dan tidak tergesa-gesa, maka tidak menjadi masalah.

Namun lebih utama baginya untuk mengumpulkan empat lafaz sekaligus sebanyak dua puluh lima kali “Subhanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah,wallaahuakbar, …. subhanallaah walhamdulillaah, ….” Begitu seterusnya

sebanyak dua puluh lima kali, cara ini lebih utama baginya dari pada cara yang dijelaskan pada hadis yang sebelumnya.