FIQIH PENDIDIKAN ANAK: KABAR GEMBIRA KELAHIRAN BAYI – USTADZ ABDULLAH ZAEN, LC., MA

Anak merupakan anugerah terindah bagi kedua orang tuanya. Bahkan kabar kehamilan sang istri sudah menjadi kabar yang sangat menggembirakan di dalam sebuah rumah tangga. Bagaimana cara mensyukuri nikmat lahirnya sang buah hati?

Fiqih Pendidikan Anak: Kabar Gembira Kelahiran Bayi – Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA

KABAR GEMBIRA KELAHIRAN BAYI

Anak merupakan salah satu nikmat Allah yang dianugerahkan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Namun Dia juga menahan karunia itu dari siapa yang dikehendaki-Nya. Merenungi nikmat ini tentu membahagiakan hati kedua orang tua bayi. Bahkan para malaikat pun menyampaikannya sebagai berita gembira untuk para rasul dan istri-istri mereka. Allah ta’ala berfirman,

“يَا زَكَرِيَّا ‌إِنَّا ‌نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى”

Artinya: “Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang namanya Yahya”. QS. Maryam (19): 7.

Tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Allah bercerita
“وَامْرَأَتُهُ ‌قَائِمَةٌ ‌فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ”

Artinya: “Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir) Ya’qub”. QS. Hud (11): 71.

Masih ada ayat-ayat lain yang menceritakan berita gembira tentang kelahiran anak yang disampaikan kepada para ayah dari utusan Allah. Ini berarti bahwa ucapan selamat atas kelahiran anak merupakan tuntunan yang dianjurkan dalam agama. Oleh karena itu, Allah mengecam orang yang jengkel dan keberatan manakala bayinya yang terlahir berjenis kelamin perempuan. Apapun jenis kelamin anak, harus disyukuri. Sebab kehidupan manusia tidak mungkin dapat berlanjut tanpa adanya laki-laki dan perempuan. Allah menceritakan sikap kaum jahiliyah,

“وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ‌ظَلَّ ‌وَجْهُهُ ‌مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ * يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ”

Artinya: “Apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah. Dia mengucilkan diri dari orang banyak, karena kabar buruk itu. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu”. An-Nahl (16): 58-59.

Abu Bakr bin al-Mundzir bercerita bahwa al-Hasan al-Bashri pernah didatangi seorang pria. Di saat yang sama di hadapan al-Hasan telah ada pria lain yang baru saja mendapat anugerah anak. Pria yang baru datang itu pun mengucapkan selamat, “Selamat, semoga kelak anakmu menjadi penunggang kuda”. Al-Hasan bertanya, “Engkau tahu dari mana, anak itu bakal menjadi penunggang kuda atau penunggang keledai?”. Pria tersebut balik bertanya, “Lantas apa yang sebaiknya kukatakan?”. Al-Hasan menjawab, “Ucapkanlah,

“بُوْرِكَ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ، وَبَلَغَ أشُدَّه”

Bûrika laka fil mauhûb, wa syakartal Wâhib, wa ruziqta birroh, wa balagha asyuddah.

“Semoga anak yang dianugerahkan kepadamu ini diberkahi, engkau bisa bersyukur kepada Sang Pemberi, serta engkau dikaruniai baktinya, dan ia hidup hingga dewasa”.

Ucapan selamat dan memberi hadiah atas kelahiran bayi; selain akan menyenangkan hati keluarga bayi, juga bakal mempererat hubungan persaudaraan sesama kaum muslimin.

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Rabi’ul Awal 1443 / 1 November 2021