Penuntut Ilmu yang Sombong Dapat Apa? – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir #NasehatUlama
Menuntut ilmu agama merupakan kewajiban seorang muslim. Oleh sebab itu, ia harus sungguh-sungguh dalam memelajari syariat yang mulia ini. Namun terkadang dijumpai dalam diri penuntut ilmu suatu sifat yang menghalanginya dari kesuksesan menuntut ilmu. Apa saja penghalang dalam menuntut ilmu itu? Yuk simak nasihat Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir berikut ini.
Penghalang pertama dalam mendapatkan ilmu adalah ketika seseorang sombong dalam menuntutnya.
Terdapat hadis sahih dalam Sahih Bukhari, dari Mujahid bin Jabr, murid Ibnu Abbas -semoga Allah meridai mereka berdua- bahwa Mujahid berkata:
“Pemalu dan orang yang sombong tidak akan pernah mendapatkan ilmu.”
Barang siapa yang sombong dan merasa dirinya hebat sehingga menolak untuk belajar, tidak mau duduk di majelis-majelis ilmu dan enggan bersahabat dengan para pembelajar dan penuntut ilmu,
maka sungguh Allah ‘azza wa jalla tidak akan memberikan ilmu kepadanya sampai kapanpun. Terdapat hadis sahih dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya seseorang apabila dia merendahkan hatinya…” Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangan beliau yang mulia seperti ini, yakni menurunkan telapak tangan beliau
“Niscaya Allah ‘azza wa jalla akan meninggikannya.” Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangan beliau yang mulia seperti ini.
“Dan sesungguhnya seseorang apabila dia tinggi hati dan menyombongkan diri niscaya Allah ‘azza wa jalla akan merendahkannya.”
Siapa saja yang tawadhu dalam suatu hal niscaya Allah akan angkat dirinya dengan hal tersebut. Sebaliknya, siapa saja yang sombong niscaya Allah ‘azza wa jalla akan rendahkan dia.
Barang siapa yang sombong dalam menuntut ilmu, sungguh dia tidak akan mendapatkannya sedikitpun.
Sebabnya adalah kebanyakan orang yang menuntut ilmu hanyalah anak-anak orang fakir, sebagaimana disampaikan oleh Abu Abdillah al-Abbasi atau Abu Hayyan at-Tauhidi -saya lupa persisnya siapa di antara mereka berdua-
Sedangkan kalangan bangsawan dan orang kaya merasa menjadi aib dan kehinaan bagi dirinya apabila berkumpul dan duduk bersama orang-orang fakir seperti mereka ketika menuntut ilmu.
Oleh sebab itu, para bangsawan zaman dahulu ketika ingin menuntut ilmu atau ingin meriwayatkan hadis, mereka meminta perawi hadis untuk mendatangi mereka.
Dan banyak para perawi hadis menolak untuk mendatangi mereka, dan berkata bahwa “ilmu hanya dipelajari di masjid, barang siapa yang menginginkannya hendaklah mendatanginya.”
Dan kisah-kisah seperti ini ada banyak namun cukup bagi kita apa yang dikatakan oleh Umar bin Abdul Aziz yang juga terdapat dalam Sahih Bukhari secara mu’allaq bahwa beliau berkata,
“Umat ini akan senantiasa dalam kebaikan selama ilmu masih ada di masjid.”
Karena ilmu bukanlah hak seseorang sehingga yang lain tidak dapat, ilmu tidak khusus bagi golongan bangsawan sehingga golongan lain di bawah mereka tidak dapat,
dan ilmu tidak terbatas untuk seseorang sehingga yang lain tidak, namun ilmu itu untuk siapa saja.
Wahai orang-orang yang diberi taufik, perhatikan sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Ibnu Abbas, yang dijuluki “ulamanya umat ini dan penerjemah al-Quran” oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abdullah bin Abbas -semoga Allah meridai mereka berdua- memiliki perjuangan menuntut ilmu yang sangat luar biasa. Suatu ketika beliau mendatangi Muadz bin Jabal dan menunggu di depan rumahnya.
Beliau duduk di depan pintu rumahnya, namun karena Muadz lama tidak keluar rumah, Ibnu Abbas tertidur di depan rumahnya, di anak tangga, ambang pintu rumahnya.
Dan ketika Muadz keluar rumah, dia mendapati Ibnu Abbas tertidur di depan pintunya dengan berbantalkan anak tangga, ambang pintu rumahnya.
Maka beliau berkata kepadanya, “Wahai sepupu Rasulullah, jikalau kau mengetuk pintu niscaya aku akan keluar menemuimu.”
Ibnu Abbas berkata, “Sungguh demikianlah kami memperlakukan para ulama kami.”
Kemudian Muadz berjalan dan Ibnu Abbas mengikuti di sampingnya, lantas beliau memegang tali kekang unta Muadz, lantas Muadz berkata, “Wahai sepupu Rasulullah, tidak perlu berbuat demikian.”
Ibnu Abbas berkata, “Sungguh demikianlah kami memperlakukan para ulama kami.”
Demi Allah, saya berkata tanpa dusta tapi berdasarkan ilmu, pengetahuan dan kabar dari orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang,
bahwa barang siapa yang merendahkan dirinya dalam menuntut ilmu, menundukkan dirinya di hadapan para ulama, mengerahkan seluruh jiwanya semaksimal mungkin dan tidak menyombongkan diri terhadap satu ucapanpun yang disampaikan kepadanya,
dan tidak enggan menghadiri majelis ilmu walaupun ada sesuatu yang menghalanginya, sungguh orang seperti inilah yang akan diberi taufik dan orang inilah yang akan mendapatkan ilmu.
Ada salah seorang syeikh kita yang telah wafat belum lama ini, beliau terkenal suka menguji murid-muridnya dengan obrolan untuk mengetahui siapa yang jujur dan yang bohong, siapa yang sabar dan yang tidak sabar,
sehingga beliau bisa berkata bahwa orang ini rendah hati terhadap ilmu dan orang ini tidak rendah hati sehingga beliau tidak memberi perhatian kepadanya.
Pembahasan masalah ini pajang, namun cukup bagi kita inti dari pembahasan ini, yaitu sebagaimana dikatakan oleh Mujahid bahwa orang pemalu dan sombong tidak akan mendapatkan ilmu.
Dan di sini, pada kata ‘pemalu’, kita harus tahu bahwa sifat malu seluruhnya adalah kebaikan, sifat malu tidak akan mendatangkan keburukan sama sekali.
Adapun maksud Mujahid -semoga Allah meridai beliau- ketika berkata bahwa pemalu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu, maksudnya adalah kesombongan yang ditutupi dengan kata malu.
Karena setan menggoda sebagian orang dan menghalangi mereka melakukan perbuatan baik dengan memberikan “alasan malu”, padahal sebenarnya karena sombong semata.
Bagaimana bisa seseorang yang sudah berusia lebih dari empat puluh tahun duduk di majelis ilmu yang biasanya hanya dihadiri orang-orang berusia di bawah dua puluh tahun!? Ini sombong, bukan malu.
Bagaimana mungkin seorang pengajar duduk bersama siswa-siswanya di halaqah al-Qur’an atau di majelis lain!? Ini sombong, bukan malu.
Bagaimana mungkin seorang direktur harus berkumpul bersama para karyawan dan bawahan-bawahannya dalam majelis ilmu!? Ini sombong, bukan malu.
Intinya, kesombongan merupakan penghalang terbesar dalam ilmu. Dan kita sudah bahas tadi mengenai sombong dalam menuntut ilmu.
Selain itu, kesombongan dalam mengajarkan ilmu juga menjadi penghalang kesempurnaan ilmu.
Sungguh salah satu sebab terbesar yang membuat Allah ‘azza wa jalla menambah dan mengembangkan ilmu seseorang adalah dengan memberikannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Oleh sebab itu, Imam Ahmad ketika ditanya karena sebelumnya beliau berkata, “Tidak selayaknya seseorang menuntut ilmu kecuali dengan niat yang ikhlas.”
Mereka bertanya, “Bagaimana niatnya?” Beliau berkata, “Berniat mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan mengajarkannya kepada orang lain.”
Maka dalam menuntut ilmu, niat yang benar adalah agar Anda bisa mengajarkannya kepada orang lain, karena segala sesuatu akan bertambah apabila dikeluarkan zakatnya. Zakat ilmu adalah mengajarkannya kepada manusia.
Barang siapa yang menyombongkan diri dalam mengajarkannya pada manusia, dia tidak akan mendapatkan keberkahan ilmunya bahkan hanya membuat ilmunya terus berkurang dan tidak berkembang.
Dan bentuk menyombongkan diri dalam mengajarkan ilmu kepada manusia adalah ketika dia tidak mau mengajar orang-orang kecil atau mereka yang masih awam. Dia berkata, “Aku hanya mau mengajari orang-orang mulia saja!”
Orang seperti ini tidak merendahkan dirinya (tawadhu) kepada ilmu.
Bentuk kesombongan lainnya adalah ketika seseorang tidak mau mengajar kecuali jika ada sebabnya; jika orang yang datang pengajian hanya sedikit, dia malas mengajar. Namun jika banyak, dia mau. Seperti ini juga bentuk kesombongan dalam mengajarkan ilmu.
Maksudnya, hendaknya seseorang selalu berupaya keras untuk tidak menyombongkan diri terhadap ilmu, baik ketika menuntutnya ataupun ketika mengajarkannya.
***
فَأَوَّلُ عَائِقٍ يَمْنَعُ الْمَرْءَ مِنْ تَحْصِيلِ الْعِلْمِ أَنْ يَكُونَ الْمَرْءُ مُتَكَبِّرًا فِيهِ
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الْبُخَارِيِّ عَنْ مُجَاهِد بْنِ جَبْرٍ تِلْميذ… تِلْميذِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ
لَا يَنَالُ الْعِلْمَ مُسْتَحٍ وَلَا مُسْتَكْبِرٌ
مَنْ تَكَبَّرَ وَتَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ عَلَى أَنْ لَا يَطْلُبَ الْعِلْمَ وَلَا يَجْلِسَ فِي مَجَالِسِ أَهْلِهِ وَلَا يُصَافَى مَنْ طَلَبُوهُ وَقَصَدُوهُ
فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَرْزُقُهُ الْعِلْمَ أَبَدًا وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّ الْمَرْءَ إِذَا تَوَاضَعَ وَأَشَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ الْكَرِيمَةِ هَكَذَا يُنَزِّلُ يَدَهُ
رَفَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَشَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ هَكَذَا
وَإِنَّ الْمَرْءَ إِذَا تَوَاضَعَ… إِذَا تَعَظَّمَ وَتَكَبَّرَ خَفَضَهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
كُلُّ مَنْ تَوَاضَعَ فِي شَيْءٍ رَفَعَهُ اللهُ فِيهِ وَكُلُّ مَنْ تَكَبَّرَ فِي شَيْءٍ خَفَضَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ
مَنْ تَكَبَّرَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَتَحْصِيلِهِ فَإِنَّهُ لَا يُرْزَقُ مِنْهُ شَيْئًا
وَالسَّبَبُ فِي ذَلِكَ أَنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ إِنَّمَا هُمْ مِنْ أَبْنَاءِ الْفُقَرَاءِ كَمَا ذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو عَبْدِ اللهِ الْعَبَّاسِيّ أَوْ أَبُو حَيَّان التَّوْحِيدِيّ نَسِيْتُ الْآنَ
فَمَنْ يَكُونُ مِنْ أَهْلِ الشَّرَفِ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَالْمَالِ فَإِنَّهُ يَرَى مِنَ الْمَنْقَصَةِ فِي حَقِّهِ وَالْغَضَاضَةِ فِي شَأْنِهِ أَنْ يُجَالِسَ مِثْلَ هَؤُلَاءِ فَيَجْلِسَ مَعَهُمْ
وَلِذَلِكَ كَانَ أَهْلُ الشَّرَفِ عِنْدَ الْأَوَائِلِ عِنْدَمَا يُرِيدُونَ أَنْ يَطْلُبُوا الْعِلْمَ أَوْ يَرْوُوا الْحَدِيثَ يَطْلُبُوا الْمُحَدِّثَ أَنْ يَأْتِيَ إِلَيْهِمْ
فَكَانَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُحَدِّثِينَ يَرْفُضُ وَيَقُولُ إِنَّمَا يَكُونُ الْعِلْمُ فِي الْمَسْجِدِ فَمَنْ أَرَادَهُ فَلَيَأْتِ
وَهَذِهِ الْقِصَصُ فِيهَا كَثِيرَةٌ وَلَكِنْ يَكْفِينَا قَوْلُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهُوَ فِي الْبُخَارِيِّ أَيْضًا مُعَلَّقَةً أَنَّهُ قَالَ
لَا تَزَالُ هَذِهِ الْأُمَّةُ بِالْخَيْرِ فِي خَيْرٍ مَا كَانَ الْعِلْمُ فِي الْمَسَاجِدِ
فَهُوَ لَيْسَ حَقًّا عَلَى أَحَدٍ دُونَ أَحَدٍ لَيْسَ مَخْصُوصًا بِهِ لِعُلْيَةِ الْقَوْمِ دُونَ مَنْهُمْ مِنْ أَوَاسِطِهِمْ
وَلَيْسَ مَضْنُونًا بِهِ عَنْ أَحَدٍ دُونَ أَحَدٍ بَلْ هُوَ لِكُلٍّ
وَانْظُرْ أَيُّهَا الْمُوَفَّقُ لاِبْنِ عَمِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَ سَلَّمَ أَعْنِي عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ الَّذِي سَمَّاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَبْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَ تُرْجُمَانَ قُرْآنِهَا
فَإِنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَ لَهُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ شَأْنًا عَظِيمًا فَيَأْتِي مَرَّةً فَيَجْلِسُ عَلَى بَيْتِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
فَيَجْلِسُ عِنْدَ بَابِ بَيْتِهِ فَيُطِيلُ مُعَاذٌ الْخُرُوجَ فَتَغْلِبُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَيْنُهُ فَيَنَامُ عِنْدَهُ عِنْدَ عَتَبَةِ بَيْتِهِ
فَلَمَّا يَخْرُجُ مُعَاذٌ يَجِدُ ابْنَ عَبَّاسٍ عِنْدَ الْبَابِ وَقَدْ تَوَسَّدَ عَتَبَتَهُ
فَيَقُولُ لَهُ يَا ابْنَ عَمِّ رَسُولِ اللهِ لَوْ طَرَقْتَ الْبَابَ لَخَرَجْتُ
قَالَ إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِعُلَمَائِنَا
ثُمَّ يَمْشِي مُعَاذٌ فَيَأْتِي ابْنُ عَبَّاسٍ مَعَهُ فَيُمْسِكُ بِزِمَامِ نَاقَتِهِ فَيَقُولُ يَا ابْنَ عَمِّ رَسُولِ اللهِ لَا تَفْعَلْ ذَلِكَ
قَالَ إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِعُلَمَائِنَا
وَ وَاللهِ أَقُولُهَا غَيْرَ حَانِثٍ عَنْ عِلْمٍ وَمَعْرِفَةٍ وَخَبَرٍ مِنَ الْأَوَائِلِ وَالأَوَاخِرِ
أَنَّ مَنْ أَذَلَّ نَفْسَهُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَأَنْقَصَ قَدْرَهَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبَذَلَهَا الْبَذْلَ التَّامَّ وَلَمْ يَتَكَبَّرْ لِكَلِمَةٍ قِيلَتْ لَهُ
أَوْ يَمْتَنِعْ مِنْ حُضُورٍ لِشَيْءٍ مُنِعَ مِنْهُ فَإِنَّهُ الَّذِي يُوَفَّقُ وَإِنَّهُ الَّذِي يُرْزَقُ
وَكَانَ أَحَدُ مَشَايِخِنَا قَدْ مَاتَ قَرِيبًا وَهُوَ مَعْرُوفٌ يَمْتَحِنُ بَعْضَ طُلَّابِهِ بِالْكَلَامِ لِيَعْرِفَ الصَّادِقَ مِنَ الْكَاذِبِ فَيَعْرِفَ مَنْ يَصْبِرُ وَمَنْ لَا يَصْبِرُ
فَيَقُولُ هَذَا تَوَاضَعَ لِلْعِلْمِ وَهَذَا لَمْ يَتَوَاضَعْ لَهُ فَلَا يُقْبِلُ عَلَيْهِ
فَالْمَقْصُودُ أَنَّ الْحَدِيثَ فِي هَذَا الْأَمْرِ طَوِيلٌ وَلَكِنْ نَكْتَفِي مِنَ الْقِلَادَةِ مَا أَحَاطَ بِالْعُنُقِ وَكَمَا قَالَ مُجَاهِد لَا يَنَالُ الْعِلْمَ مُسْتَحٍ وَ لَا مُسْتَكْبِرٌ
وَهُنَا فِي كَلِمَةِ مُسْتَحٍ لِنَعْرِفَ أَنَّ الْحَيَاءَ كُلَّهُ خَيْرٌ فَإِنَّ الْحَيَاءَ لَا يَأْتِي بِشَرٍّ أَبَدًا
وَإِنَّمَا قَصْدُ مُجَاهِد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَمَّا قَالَ لَا يَنَالُ الْعِلْمَ مُسْتَحٍ وَلَا مُسْتَكْبِرٌ أَيْ الْكِبْرُ الَّذِي أُلْبِسَ لُبْسَ الْحَيَاءِ
فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ عَلَى بَعْضِ النَّاسِ وَيَمْنَعُهُ مِنْ بَعْضِ الْأَفَاعِيلِ بِحُجَّةِ الْحَيَاءِ وَإِنَّمَا هُوَ حَقِيقَةً مُنِعَ بِحُجَّةِ الْكِبْرِ
فَكَيْفَ يَكُونُ ذَاكَ الرَّجُلُ الَّذِي بَلَغَ مِنَ الْعُمْرِ فَوْقَ الْأَرْبَعِيْنِ يَجْلِسُ فِي حَلَقَةٍ إِنَّمَا يَجْلِسُ فِيهَا مَنْ دُونَ الْعِشْرِيْنَ هَذَا الْكِبْرُ لَيْسَ حَيَاءً
كَيْفَ يَجْلِسُ الْمُعَلِّمُ مَعَ طُلَّابِهِ فِي حَلَقَةِ قُرْآنٍ أَوْ نَحوِهَا هَذَا كِبْرٌ لَيْسَ حَيَاءً
كَيْفَ يَجْلِسُ الْمُدِيرُ مَعَ مُوَظَّفِيهِ وَمَنْ هُمْ دُونَهُ هَذَا كِبْرٌ وَلَيْسَ حَيَاءً
الْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا أَنَّ الْكِبْرَ مِنْ أَعْظَمِ عَوَائِقِ الْعِلْمِ وَيَتَعَلَّقُ بِالْكِبْرِ أَيْضًا الْكِبْرُ كَمَا تَكَلَّمْنَا عَنْهُ قَبْلَ قَلِيلٍ عَنِ الْكِبْرِ فِي تَحْصِيلِ الْعِلْمِ
فَإِنَّ الْكِبْرَ فِي بَذْلِهِ مِنْ عَوَائِقِ تَمَامِهِ
فَإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ مَا يَزِيدُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ عِلْمَ الْمَرْءِ وَيُنَمِّيهِ لَهُ أَنْ يَبْذُلَهُ وَأَنْ يُعَلِّمَ غَيْرَهُ إِيَّاهُ
وَلِذَلِكَ فَإِنَّ الْإمَامَ أَحْمَدَ لَمَّا سُئِلَ لَمَّا قَالَ أَوَّلًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَطْلُبَ الْعِلْمَ إِلَّا بِنِيَّةٍ خَالِصَةٍ
قَالُوا مَا النِّيَّةُ ؟ قَالَ أَنْ يَنْفِيَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِهِ وَأَنْ يُعَلِّمَ غَيْرَهُ
فَالْعِلْمُ النِّيَّةُ الصَّادِقَةُ فِيهِ أَنْ تُعَلِّمَ غَيْرَكَ وَلِذَلِكَ كُلُّ شَيْءٍ زِيَادَتُهُ فِي زَكَاتِهِ وَزَكَاةُ الْعِلْمِ تَعْلِيمُ النَّاسِ فِيهِ
وَمَنْ تَكَبَّرَ فِي تَعْلِيمِ النَّاسِ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِي عِلْمِهِ وَإِنَّمَا كَانَ إِلَى نَقْصٍ لَا إِلَى نَمَاءٍ
وَيَتَكَبَّرُ الْمَرْءُ فِي تَعْلِيمِ النَّاسِ حِينَمَا يَأْنَفُ أَنْ يُعَلِّمَ أُنَاسًا مِنْ صَغَائِرِ النَّاسِ وَمِنْ عَوَامِّهِمْ وَيَقُولُ إِنَّمَا أَنَا لَا أُعَلِّمُ إِلَّا الْأَكَابِرَ فَحَسَبَ
هَذَا رَجُلٌ لَمْ يَتَوَاضَعْ فِي الْعِلْمِ
الْآخَرُ مَنْ لَمْ يَجْلِسْ مَنْ لَا يَجْلِسُ إِلَّا أَنْ يُجْلَسَ لَهُ فَإِذَا جَلَسَ لَهُ الْعَدَدُ الْقَلِيلُ اِمْتَنَعَ وَإِذَا جَلَسَ عِنْدَهُ الْعَدَدُ الْكَبِيرُ جَلَسَ ذَاكَ أَيْضًا مُتَكَبِّرٌ فِي بَذْلِهِ
فَالْمَقْصُودُ أَنَّ الْمَرْءَ يَحْرِصُ عَلَى أَنْ لَا يَتَكَبَّرَ فِي الْعِلْمِ حَالَ طَلَبِهِ أَوْ حَالَ بَذْلِهِ