Bacaan Dzikir Pagi Bagian 2 – Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
Dzikir adalah amalan yang agung dan banyak keutamaannya. Di antara dzikir yang perlu dirutinkan untuk dibaca yaitu dzikir pagi dan petang. Bagaimana bacaan dzikir pagi dan petang itu? Yuk simak video nasihat Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA berikut ini.
Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 174
BACAAN DZIKIR PAGI (Bagian-2)
Pada pertemuan sebelumnya kita telah memulai pembahasan tentang bacaan yang khusus dibaca saat dzikir pagi. Berikut kelanjutannya:
BACAAN KEDUA:
Membaca wirid berikut satu kali:
“اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُورُ”
“Ya Allah, dengan (pertolongan)-Mu kami memasuki waktu pagi. Dengan (pertolongan)-Mu pula kami memasuki waktu sore. Dengan (kuasa)-Mu kami hidup. Dengan (kuasa)-Mu juga kami mati. Dan hanya kepada-Mu lah kami dibangkitkan”.
Dalil Landasan
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menjelaskan, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki waktu pagi, beliau membaca dzikir tadi”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh an-Nawawiy serta al-Albaniy.
Renungan Kandungan
Dzikir di atas mengingatkan kita tentang karunia Allah yang kerap kita lupakan. Juga menyadarkan kita betapa besar kekuasaan Allah. Serta mengajak kita untuk selalu memikirkan hari kebangkitan.
Nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita ada yang bersifat rutin dan ada yang insidental. Contoh yang rutin adalah nikmat bisa bernapas. Sedangkan contoh yang insidental adalah nikmat mendapat arisan. Kebanyakan orang lebih sering mengingat nikmat yang insidental dibanding yang rutin. Padahal belum tentu yang insidental itu lebih berharga dibanding yang rutin.
Di antara karunia rutin Allah yang sering kita lupakan adalah nikmat memasuki waktu pagi dan petang. Hanya dengan bantuan dan pertolongan-Nya lah, kita berkesempatan menjumpai pagi dan petang. Rutin mengingat karunia tersebut akan membangkitkan rasa syukur kita kepada Allah ta’ala.
Selanjutnya kita diajak untuk merenungi kekuasaan Allah yang tak terbatas. Hidup dan matinya manusia itu tergantung kuasa Allah. Begitu pula bangun dan tidurnya manusia, tergantung kuasa-Nya. Setiap hari ratusan ribu bayi terlahir di dunia dan ratusan ribu lainnya meninggal dunia. Setiap hari milyaran manusia terbangun dari tidur mereka dan milyaran pula yang tertidur kembali. Ini semua terjadi dengan kuasa dan kekuatan Allah.
Merenungi kenyataan tersebut hendaknya menumbuhkan rasa pengagungan kita pada Allah, serta menyadarkan betapa kecilnya kekuasaan kita. Memikirkan realita ini diharapkan bisa memupuk kerendahhatian kita dan mengikis penyakit kesombongan.
Di penghujung dzikir, kita diingatkan tentang adanya hari kebangkitan. Hari di mana manusia akan dihidupkan kembali guna mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Masing-masing dibalas sesuai kelakuannya, yang baik maupun yang buruk.
Dengan senantiasa mengingat fakta ini, kita akan termotivasi untuk memperbanyak amal salih, apapun bentuknya. Karena kita yakin bahwa Allah akan mengganjarnya dengan balasan yang jauh lebih istimewa. Serta menahan keinginan kita untuk berbuat maksiat. Karena kita yakin bahwa itu hanya akan mendatangkan kesengsaraan yang tak terperikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang siapakah mukmin yang paling cerdas? Beliau menjawab,
“أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا “
“Yang paling sering mengingat kematian, dan paling baik persiapannya untuk menghadapinya”. HR. Al-Bazzar dan _isnad_nya dinilai sahih oleh al-Hakim.
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 3 Dzulqa’dah 1442 / 14 Juni 2021