Hukum Cincin Tunangan Menurut Islam – Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily #NasehatUlama
Tunangan merupakan kebiasaan yang sudah ada sejak lama di tengah masyarakat. Bukan hanya orang nonmuslim saja yang mengadakan tunangan sebelum menikah bahkan banyak di antara kaum muslimin yang juga melakukannya. Lantas bagaimana sebenarnya hukum tunangan dalam tinjauan syariat Islam?
Hal yang berhubungan dengan lamaran adalah
apa yang dinamakan
dengan cincin tunangan.
Cincin tunangan.
Cincin tunangan adalah sebuah cincin…
yang dipakai di jari kedua pada tangan kanan,
jari sebelah jari kelingking.
Cincin yang dipakai di jari kedua pada tangan kanan, sebelah jari kelingking; yakni jari manis.
Kemudian cincin itu dipindah ketika akad nikah
ke jari yang sama
yang ada di tangan kiri.
Ini disebut dengan cincin tunangan
lalu disebut dengan cincin pernikahan.
Cincin tunangan dipakai di tangan kanan
Kemudian saat akad nikah cincin itu dipindah ke tangan…
kiri.
Dan cincin ini
jika terbuat dari emas
maka itu haram dipakai kaum pria secara mutlak.
Jika terbuat dari emas; baik itu emas kuning atau emas putih
maka itu haram dipakai kaum pria secara mutlak.
Karena emas haram dipakai oleh kaum pria.
Namun jika cincin itu terbuat dari perak
bagi kaum pria
atau jika terbuat dari emas atau perak bagi kaum wanita, maka bagaimana hukum memakainya?
Apakah boleh
memakai cincin tunangan
dan cincin pernikahan
di jari tangan?
Jawabannya
bahwa hukum perkara ini telah mendapat keringanan dari beberapa pemberi fatwa
dengan mengatakan bahwa itu boleh
karena itu termasuk perkara yang telah berlaku di kalangan kaum muslimin
sehingga telah menjadi adat bagi mereka.
Sebagian pemberi fatwa berkata, itu boleh.
Memakai cincin tunangan dan cincin pernikahan boleh.
Apa alasan pembolehannya?
Mereka mengatakan, “Karena itu termasuk perkara yang telah berlaku di kalangan kaum muslimin
sehingga telah menjadi adat kebiasaan
bagi kaum muslimin.”
Dan syaikh kami Ibnu Utsaimin mengatakan
-rahimahullah-,
Aku berpendapat
bahwa memakai cincin (tunangan)
paling tidak hukumnya adalah makruh.
Aku berpendapat bahwa memakai cincin (tunangan) -yakni bagi pria jika itu terbuat dari perak
dan bagi wanita jika itu terbuat dari emas atau perak- paling tidak hukumnya adalah
makruh.
Dan perkara ini diharamkan oleh sebagian ulama
dan ini pendapat yang lebih kuat -wallahu a’lam-
perkara ini haram.
Karena perkara ini
Bisa jadi merupakan adat kaum Nasrani
yang mengandung kepercayaan di dalamnya.
Dan adat orang-orang musyrik
yang mengandung kepercayaan di dalamnya…
tidak menjadi perkara yang dibolehkan jika tersebar di kalangan kaum muslimin.
Adat orang-orang musyrik,
Adat orang-orang non-muslim
jika berkaitan dengan kepercayaan mereka
maka tidak menjadi perkara yang dibolehkan jika tersebar di kalangan kaum muslimin.
Dan adat ini adalah adat orang-orang Nasrani
dan berkaitan dengan kepercayaan mereka.
Dan ini karena
mereka berkata ketika memakai cincin tunangan ini,
-Kita berlindung kepada Allah dari yang dikatakan orang-orang zalim-
(Orang Nasrani berkata):
Dengan nama Bapa,
dan anak,
dan Roh Kudus.
Lalu mereka baru memakai cincin itu
di jari keempat (jari manis).
Dan mereka meyakini
bahwa cincin itu dapat menjaga pernikahan mereka
dan ia menjadi tanda kelanggengan pernikahan.
Oleh sebab itu, ketika cincin ini dipindah
dari jari tangan kanan ke jari tangan kiri
mereka berusaha untuk tidak…
melepaskannya,
namun mereka memindahkannya tanpa melepasnya dari jari
yakni dengan meletakkan dua (jari) tangan seperti ini (menyatukan kedua ujung jari manis)
kemudian cincin itu dipindah dari jari tangan kanan
ke jari tangan kiri tanpa terlepas.
Kemudian mereka meletakkan alat untuk menguatkan cincin itu di jari yang disebut dengan pengganjal,
alat yang mengganjal cincin agar tidak terjatuh
karena mereka meyakini bahwa cincin itu melambangkan kelanggengan pernikahan
dan juga dapat menjadi sebab kelanggengan pernikahan.
Jadi ini adalah adat kaum Nasrani
yang terbangun di atas keyakinan mereka.
Dan aku telah menyebutkan
apa yang telah ditetapkan oleh para ulama
bahwa adat orang-orang non-muslim
jika terbangun di atas kepercayaan mereka
maka penyebarannya di kalangan kaum muslimin
tidak menjadikannya perkara yang diperbolehkan.
Dan bisa jadi perkara ini adalah adat orang-orang Yunani kuno,
adat yang lama sekali.
Ada yang berpendapat ini adat Yunani kuno, pendapat lain mengatakan adat para Fir’aun.
Dan mereka meyakini
bahwa memakai cincin
dapat menjadi sebab rasa cinta dan kasih sayang
karena mereka percaya
bahwa syaraf hati
melewati jari manis.
karena syaraf hati melewati…
jari manis
di tangan kiri dan kanan.
Sehingga jika cincin itu diletakkan di jari manis
maka ia akan menahan syaraf itu
dan dapat menjadi sebab rasa cinta
dan kasih sayang
antara sepasang suami istri tersebut.
Dan memakai cincin dengan keyakinan seperti ini
adalah bentuk syirik kecil
karena mereka menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab.
Dan menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab…
adalah syirik kecil.
Sedangkan jika meyakini
bahwa cincin inilah
yang menghadirkan rasa cinta
antara sepasang tunangan atau suami istri, maka ini adalah syirik besar.
-wal ‘iyadzu billah-
Jadi bagaimana pun, ini adalah adat orang-orang non-muslim
yang terbangun di atas kepercayaan mereka,
baik itu kita katakan bahwa yang pertama melakukannya adalah kaum Nasrani
atau yang pertama melakukannya adalah para Fir’aun (para raja Mesir kuno)
atau yang pertama melakukannya adalah kaum Yunani Kuno
Dan…
adat kebiasaan ini
tidak menjadi perkara yang diperbolehkan karena kaum muslimin melakukannya
namun tetap pada asal hukumnya, yaitu haram.
Dan juga harus diperhatikan dalam masalah ini
bahwa tunangan pria yang memakaikan
cincin di tangan
tunangan wanita yang masih haram baginya
maka ini mengandung perkara-perkara lain yang diharamkan juga.
Tunangan pria memegang tangan tunangan wanita
padahal ia masih bukan mahram baginya -sebagaimana yang telah kita jelaskan-.
Tidak boleh baginya memegang tangan tunangan wanita
dan perkara-perkara lainnya yang diharamkan.
Inilah yang menurutku benar dalam masalah ini
dan aku telah memaparkan masalah ini bagi kalian
berdasarkan tinjauan keilmuannya.
***
أَيْضًا مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالْخِطْبَةِ
مَا يُسَمَّى
بِدِبْلَةِ الْخُطُوْبَةِ
دِبْلَةُ الْخُطُوْبَةِ
وَدِبْلَةُ الْخُطُوْبَةِ خَاتَمٌ
يُوضَعُ فِي ثَانِي أَصَابِعِ الْيَدِ الْيُمْنَى
بَعْدَ الْخُنْصُرِ
خَاتَمٌ يُوضَعُ فِي ثَانِي أَصَابِعِ الْيَدِ الْيُمْنَى بَعْدَ الْخُنْصُرِ وَهُو الْبُنْصُرُ
ثُمَّ يُنْقَلُ عِنْدَ الْعَقْدِ
إِلَى مَا يُقَابِلُهُ
فِي الْيَدِ الْيُسْرَى
تُسَمَّى دِبْلَةُ الْخُطُوْبَةِ
ثُمَّ دِبْلَةُ النِّكَاحِ
دِبْلَةُ الْخُطُوْبَةِ تَكُونُ فِي الْيَدِ الْيُمْنَى
ثُمَّ عِنْدَ الْعَقْدِ تُنْقَلُ إِلَى الْيَدِ
الْيُسْرَى
وَهَذَا الْخَاتَمُ
إِنْ كَانَ مِنْ ذَهَبٍ
فَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الرَّجُلِ مُطْلَقًا
إِنْ كَانَ مِنْ ذَهَبٍ سَوَاءٌ كَانَ الذَّهَبُ أَصْفَرَ أَوْ أَبْيَضَ
فَهُوَ حَرَامٌ مُطْلَقًا
لِأَنَّ الذَّهَبَ حَرَامٌ عَلَى الرِّجَالِ
أَمَّا إِنْ كَانَ الْخَاتَمُ مِنْ فِضَّةٍ
بِالنِّسْبَةِ لِلرَّجُلِ
أَوْ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ بِالنِّسْبَةِ لِلْمَرْأَةِ فَمَا حُكْمُهُ؟
هَلْ يَجُوزُ
وَضْعُ دِبْلَةِ الْخُطُوْبَةِ
وَدِبْلَةِ النِّكَاحِ
فِي الْيَدِ
وَالْجَوَابُ
أَنَّهُ قَدْ رَخَّصَ فِيهِ بَعْضُ الْمُفْتِينَ
وَقَالُوا إِنَّهُ جَائِزٌ
لِأَنَّهُ مِمَّا جَرَى بِهِ الْعَمَلُ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
فَصَارَ عُرْفًا لَهُمْ
بَعْضُ الْمُفْتِينَ قَالُوا يَجُوزُ يَجُوزُ
دِبْلَةُ الْخُطُوْبَةِ وَدِبْلَةُ النِّكَاحِ جَائِزَةٌ
مَا عِلَّةُ الْجَوَازِ
قَالُوْا لِأَنَّهُ جَرَى بِهِ الْعَمَلُ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
فَصَارَ عُرْفًا
لِلْمُسْلِمِينَ
وَقَالَ شَيْخُنَا ابْنُ عُثَيْمِينَ
رَحِمَهُ اللهُ
الَّذِي أَرَاهُ
أَنَّ وَضْعَ الدِّبْلَةِ
أَقَلُّ أَحْوَالِهِ الْكَرَاهَةُ
الَّذِي أَرَاهُ أَنَّ وَضْعَ الدِّبْلَةِ يَعْنِي لِلرَّجُلِ إِذَا كَانَ مِنْ فِضَّةٍ
وَلِلْمَرْأَةِ إِذَا كَانَ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ أَقَلُّ أَحْوَالِهِ
الْكَرَاهَةُ
وَحَرَّمَهُ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ
وَهُوَ الْأَظْهَرُ وَاللهُ أَعْلَمُ
أَنَّهُ حَرَامٌ
لِأَنَّ هَذِهِ
إِمَّا أَنَّهَا عَادَةٌ نَصْرَانِيَّةٌ
فِيهَا اعْتِقَادٌ
وَعَادَةُ الْمُشْرِكِيْنَ
الَّتِي فِيهَا اعْتِقَادٌ
لَا تُصْبِحُ جَائِزَةً إِذَا انْتَشَرَتْ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
عَادَةُ الْمُشْرِكِيْنَ
عَادَةُ غَيْرِ الْمُسْلِمِينَ
إِذَا كَانَ يَتَعَلَّقُ بِهَا اعْتِقَادٌ
لَا تُصْبِحُ جَائِزَةً إِذَا انْتَشَرَتْ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
وَهَذِه الْعَادَةُ عَادَةٌ عِنْدَ النَّصَارَى
وَيَتَعَلَّقُ بِهَا اعْتِقَادٌ
وَذَلِكَ
أَنَّهُمْ يَقُولُوْنَ عِنْدَ ذَلِكَ
نَعُوذُ بِاللهِ مِمَّا يَقُولُ الظَّالِمُونَ
بِاسْمِ الْأَبِ
وَالِابْنِ
وَالرُّوحُ الْقُدُسُ
ثُمَّ يُوضَعُ الْخَاتَمُ
فِي الْأُصْبِعِ الرَّابِعِ
وَيَعْتَقِدُوْنَ
أَنَّهُ يُحْفَظُ بِهِ الزَّوَاجُ
وَأَنَّه يَدُلُّ عَلَى دَيْمُومَةِ الزَّوَاجِ
وَلِذَلِكَ عِنْد نَقْلِهِ
مِنَ الْيَدِ الْيُمْنَى إِلَى الْيَدِ الْيُسْرَى
يَحْرِصُونَ عَلَى عَدَمِ
نَزْعِهِ
وَإِنَّمَا يُنْقَلُ مِنْ غَيْرِ نَزْعٍ
فَتُوضَعُ الْيَدَانِ هَكَذَا
ثُمَّ يُنْقَلُ الْخَاتَمُ مِنَ الْيَدِ الْيُمْنَى
إِلَى الْيَدِ الْيُسْرَى بِغَيْرِ انْفِصَالٍ
ثُمّ يَزِيْدُوْنَهُ تَثْبِيْتًا بِمَا يُسَمُّونَهُ الْمَحْبَسَ
الَّذِي يَحْبِسُ خَاتَمَ الدِّبْلَةِ فَلَا يَسْقُطُ
لِأَنَّهُمْ يَعْتَقِدُونَ أَنَّ هَذَا يَرْمُزُ إِلَى دَيْمُومَةِ النِّكَاحِ
وَيُسَبِّبُ دَيْمُومَةَ النِّكَاحِ
فَهَذِهِ عَادَةٌ نَصْرَانِيَّةٌ
مَبْنِيَّةٌ عَلَى اعْتِقَادٍ
وَقَدْ ذَكَرْتُ
مَا قَرَّرَهُ الْعُلَمَاءُ
مِنْ أَنَّ الْعَادَةَ عَادَةَ غَيْرِ الْمُسْلِمِينَ
إِذَا كَانَتْ مَبْنِيَّةً عَلَى اعْتِقَادٍ
فَإِنَّ انْتِشَارَهَا بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
لَا يَجْعَلُهَا مُبَاحَةً
وَإِمَّا أَنَّهَا عَادَةٌ عِنْدَ الْإِغْرِيْقِ
عَادَةٌ قَدِيمَةٌ
قِيْلَ عِنْد الْإِغْرِيْقِ وَقِيلَ عِنْدَ الْفَرَاعِنَةِ
وَهُمْ يَعْتَقِدُوْنَ
أَنَّ وَضْعَ الْخَاتَمِ
سَبَبٌ لِلْمَحَبَّةِ وَالْمَوَدَّةِ
لِأَنَّهُمْ يَعْتَقِدُوْنَ
أَنَّ عِرْقَ الْقَلْبِ
يَمُرُّ بِالْبُنْصُرِ
أَنَّ عِرْقَ الْقَلْبِ يَمُرُّ
بِالْبُنْصُرِ
فِي الْيُسْرَى وَالْيُمْنَى
فَإِذَا وُضِعَ فِي الْبُنْصُرِ أَعْنِي الْخَاتَمَ
فَإِنَّهُ يَحْبِسُ هَذَا الْعِرْقَ
وَيُسَبِّب الْمَوَدَّةَ
وَالْمَحَبَّةَ
بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ
وَفِعْلُ الدِّبْلَةِ بِهَذَا الِاعْتِقَادِ
شِرْكٌ أَصْغَرُ
لِأَنَّهُمْ يَجْعَلُوْنَ مَا لَيْسَ سَبَبًا سَبَبًا
وَجَعْلُ مَا لَيْسَ سَبَبًا سَبَبًا
شِركٌ أَصْغَرُ
أَمَّا إِذَا اعْتَقَدَ
أَنَّ هَذَا الْخَاتَمَ
هُوَ الَّذِي يُوجِدُ الْمَحَبَّةَ
بَيْنَ الْخَطِيْبَيْنِ وَالزَّوْجَيْنِ فَهَذَا شِرْكٌ أَكْبَرُ
وَالْعِيَاذُ بِاللهِ
فَعَلَى كُلِّ حَالٍ هِيَ عَادَةٌ لِغَيْرِ الْمُسْلِمِيْنَ
مَبْنِيَّةٌ عَلَى اعْتِقَادٍ
سَوَاءٌ قُلْنَا إِنَّ أَوَّلَ مَنْ فَعَلَهَا النَّصَارَى
أَوْ قُلْنَا إِنَّ أَوَّلَ مَنْ فَعَلَهَا الْفَرَاعِنَةُ
أَوْ قُلْنَا إِنَّ أَوَّلَ مَنْ فَعَلَهَا الْإِغْرِيْقُ
وَ
هَذِهِ الْعَادَةُ
لَا يَجْعَلُهَا مُبَاحَةً جَرَيَانُ عَمَلِ الْمُسْلِمِينَ بِهَا
بَلْ تَبْقَى عَلَى أَصْلِ حُكْمِهَا وَهُوَ التَّحْرِيمُ
كَمَا يُلَاحَظُ فِي الْمَسْأَلَةِ
أَنَّ وَضْعَ الْخَطِيْبِ
الدِّبْلَةَ فِي يَدِ
زَوْجَتِهِ مَعَ كَوْنِهِ حَرَامًا
فَإِنَّه تَكُونُ فِيهِ أُمُورٌ مُحَرَّمَةٌ أَيْضًا
فَيَلْمَسُ يَدَهَا
وَهُوَ أَجْنَبِيٌّ عَنْهَا كَمَا تَقَدَّمَ مَعَنَا
لَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَمَسَّ يَدَهَا
وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ الْمُحَرَّمَةِ
هَذَا الَّذِي يَظْهَرُ لِي فِي الْمَسْأَلَةِ
وَقَدْ عَرَضْتُ لَكُمُ الْمَسْأَلَةَ
كَمَا هُوَ وَاقِعُهَا الْعِلْمِيُّ