Membayangkan Berhubungan 53K5 dengan Wanita – Syaikh Al-Albani #NasehatUlama

Terkadang pikiran buruk melintas dibenak seorang insan. Dan tidaklah pikiran buruk tersebut mengajak melainkan kepada hal-hal yang dilarang agama. Maka sebagai tindakan pencegahan, hendaknya setiap terbesit pikiran jahat supaya dilawan. Sebab apabila pikiran tersebut dibiarkan maka lambat laun bisa menjadi sebuah keinginan, tekad, dan berujung kepada praktek perbuatan maksiat.

Apakah boleh bagi seseorang membayangkan seorang wanita, tanpa mengatakan apapun, …
… dan terus membayangkannya, hingga mengakibatkan ejakulasi, …
… apakah seperti ini berdosa?” Dan penanya ini berkata, “Aku sengaja membayangkan wanita.”
Apakah perbuatan ini dibolehkan?
Nabi ‘alaihis salām bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni umatku …
… atas apa yang terlintas dalam pikiran mereka selagi belum mengatakan atau melakukannya.” (HR. Bukhari)
Saya tanya kepada si penanya, “Dia sudah berbuat karena apa yang dia bayangkan atau belum?”
Jawabannya jelas, pasti dia berbuat sesuatu, jadi dia berdosa!
Karena dia sudah keluar dari “membayangkan” ke “perbuatan”, jadi ini tidak boleh!
Oleh sebab itu, di antara bentuk kesempurnaan Islam,
Islam melarang beberapa hal yang sebenarnya hal-hal tersebut secara zatnya tidak haram,
namun karena dikhawatirkan hal-hal tersebut akan menyeret kepada perbuatan yang haram.
Dan inilah yang dimaksudkan oleh para ahli fikih dalam pembahasan “Saddu Żarā’i'”
Yakni, sebagaimana sabda Nabi ‘alaihis salām dalam sebuah hadis yang terkenal,
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya dia tidak duduk …
… di meja yang dihidangkan padanya minuman keras.” (HR. Ahmad)
Walaupun dia tidak ikut minum!
Banyak orang ketika ditanya dia menjawab, “Saudaraku, aku tidak ikut minum.”
Tapi Anda tidak minum pada kali pertama, kedua, ketiga, hingga kesepuluh, dan seterusnya,
tapi nanti akhirnya, mereka akan berkata, “Kawan, sedikit saja! Satu sedot saja!”
Kenapa tidak mencoba? “Minumlah, sedikit saja!”
Selanjutnya, Anda dapati dari tegukan pertama berlanjut kedua dan seterusnya.
Dan ini sebagaimana dikatakan oleh penyair arab,
“Tidaklah ada api yang berkobar, kecuali dari percikan kecil.”
Oleh sebab itu, sudah selayaknya bagi setiap Muslim,
apabila terlintas pikiran buruk dalam pikirannya,
hendaknya dia lawan dan berusaha memalingkannya dari dalam dirinya!
Bukan karena pikiran yang terbersit ini akan menjadi sebab azab, tidak!
Jadi, pikiran yang pertama kali terlintas dalam benak seseorang untuk berbuat maksiat,
inilah yang disebut dengan “khāṭirah”, dan ketika pikiran ini terus ada dalam benak seseorang,
niscaya pikiran ini akan berubah menjadi keinginan, pikiran ini berubah jadi keinginan,
dan ketika keinginan ini menguat dalam diri orang yang awalnya hanya terbayang dalam pikirnya,
maka akan menjadi tekad yang kuat dan tidaklah ada tekad kecuali seseorang akan berusaha melakukannya,
baik melakukan dengan perkataan ataupun dengan perbuatan.
Dan di antara bentuk kemurahan Allah atas umat Islam,
bahwa Allah tidak mengazab seseorang karena “khāṭirah” yang terlintas dalam pikirnya,
tidak pula karena keinginannya ataupun tekadnya, kecuali jika sudah dia lakukan, dengan perbuatan atau perkataan.
Dengan uraian tersebut, karena alasan preventif, kami katakan
bahwa hendaknya seorang Muslim melawan pikiran semacam itu, karena dikhawatirkan
akan menguat dalam dirinya sehingga berubah menjadi keinginan,
kemudian keinginan ini dikhawatirkan akan menguat dalam dirinya hingga meningkat menjadi sebuah tekad,
sehingga tidak ada akhir dari sebuah tekad kecuali melakukannya.
Demikianlah, sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk berusaha melawan
berbagai pikiran buruk yang sering terlintas dalam benaknya,
walaupun dia tidak akan diazab karenanya.
Silakan!

***

هَلْ يَجُوزُ لِإِنْسَانٍ أَنْ يُفَكِّرَ بِامْرَأَةٍ دُونَ أَنْ يَتَكَلَّمَ
ثُمَّ يُفْضِي هَذَا التَّفْكِيرُ إِلَى الْإِنْزَالِ
هَلْ يَكُونُ آثِمًا؟ وَيَقُولُ السَّائِلُ وَأَنَا أَتَعَمَّدُ أَنْ أَتَصَوَّرَ امْرَأَةً مَا
هَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ؟
قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي
مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ بِهِ – رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
أَنَا أَسْأَلُ السَّائِلَ عَمِلَ بِخَاطِرَتِهِ أَمْ لَا؟
الْجَوَابُ وَاضِحٌ (أَكِيدٌ عَمِلَ) آثِمٌ هُوَ
(نَعَمْ)
لِأَنَّهُ خَرَجَ التَّصَوُّرُ إِلَى حَيِّ الْعَمَلِ فَلَا يَجُوزُ
وَلِذَلِكَ الْإِسْلَامُ مِنْ كَمَالِهِ
أَنَّهُ حَرَّمَ أَشْيَاءَ هِيَ فِي حَدِّ ذَاتِهَا غَيْرُ مُحَرَّمَةٍ
لَكِنْ لِأَنَّهُ يُخْشَى أَنْ تُؤَدِّيَ إِلَى مُحَرَّمٍ
وَهَذَا الَّذِي يَثْنِي عَنْهُ عُلَمَاءُ الْفِقْهِ بِبَابِ سَدِّ الذَّرَائِعِ
يَعْنِي قَالَ عَلَيهِ السَّلَامُ فِي حَدِيثٍ مَعْرُوفٍ
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَقْعُدُ
عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ فِيْهَا الْخَمْرُ- رَوَاهُ أَحْمَدُ
هُوَ مَا يَشْرَبُ
كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ إِنْ قِيلَ يَقُولُ لَكَ يَا أَخِي اَنَا مَا يَشْرَبُ
لَكِنْ أَنْتَ مَا تَشْرَبُ أَوَّلًا مَرَّةَ الثَّانِي مَرَّةَ الثَّالِثِ مَرَّةَ العَاشِرِ مَرَّةً
لَكِنْ بَعْدٍ لَيَقُولُ لَهُ يَا أَخِي مَصًّا مَصًّا
لِاَيشْ لَا تُجَرِّبُ؟ اشْرَبْ مَصًّا
تَجِدُهُ بَعْدٍ مِنْهُ الْمَصَّ الثَّانِيَ وَهَكَذَا
وَهَكَذَا كَمَا قَالَ ذَلِكَ الشَّاعِرُ الْعَرَبِيُّ
وَمَا مُعظَمُ النَّارِ إِلَّا مِنْ مُسْتَصْغَرِ الشَّرِرِ
وَلِذَلِكَ فَيَنْبَغِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
أَنَّهُ إِذَا خَطَرَ فِي بَالِهِ خَاطِرَةٌ سَيِّئَةٌ
أَنْ يُجَاهِدَهَا وَأَنْ يُحَاوِلَ صَرْفَهَا عَنْ نَفْسِهِ
لَيْسَ لِأَنَّهُ هَذِهِ الْخَاطِرَةُ يُعَذَّبُ عَلَيْهَا لَا
أَوَّلُ مَا يَرِدُ فِي بَالِ الْإِنْسَانِ مِنْ مَعْصِيَةٍ مَا
فَهِيَ الْخَاطِرَةُ فَإِذَا اسْتَقَرَّتْ هَذِهِ الْخَاطِرَةُ فِي بَالِ الشَّخْصِ
صَارَتْ هَمًّا صَارَتْ هَمًّا
فَإِذَا قَوِيَ هَذَا الْهَمُّ فِي نَفْسِ هَذَا الَّذِي خَطَرَتْ فِي بَالِهِ تِلْكَ الْخَاطِرَةُ
صَارَ عَزْمًا وَلَا يَكُونُ بَعْدَ الْعَزْمِ إِلَّا التَّنْفِيذُ
إِمَّا قَوْلًا وَإِمَّا عَمَلًا
فَمِنْ فَضْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى اُمَّةِ الْإِسْلَامِ
أَنَّهُ لَا يُؤَاخِذُهَا بِالْخَاطِرَةِ
وَلَا بِالْهَمِّ وَلَا بِالْعَزْمِ إِلَّا إِذَا نُفِّذَ عُمِلَ بِهِ أَوْ قِيلَ بِهِ
فَلِذَلِكَ مِنْ بَابِ سَدِّ الذَّرِيعَةِ نَحْنُ نَقُولُ
عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُجَاهِدَ الْخَاطِرَةَ خَشْيَةً
أَنْ تَتَقَوَّى فِي نَفْسِهِ وَتُصْبِحَ هَمًّا
ثُمَّ خَشْيَةً أَنْ يَقْوَى هَذَا الْهَمُّ وَيَقْوَى حَتَّى يَصِيرَ عَزْمًا
ثُمَّ لَا يَبْقَى بَعْدَ ذَلِكَ مِنَ الْعَزْمِ مِنْ وَرَاءِ الْعَزْمِ إِلَّا التَّنْفِيذُ
وَهَكَذَا يَنْبَغِي عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُجَاهِدَ
الْخَوَاطِرَ السَّيِّئَةَ الَّتِي تَخْطُرُ بِبَالِهِ
وَإِنْ كَانَ لَا يُؤَاخَذُ
تَفَضَّلْ