Dua Dzikir Setelah Shalat Fardhu yang Digabung – Syaikh Shalih al-Ushoimi #NasehatUlama​

Shalat fardhu adalah ibadah wajib bagi seorang muslim. Dan selepas shalat fardhu hendaknya kita menyempatkan diri untuk berdzikir kepada Allah subhanahu wata’alaa. Ada banyak bacaan dzikir setelah shalat fardhu, di antaranya dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Ushoimi dalam video berikut ini.

-ahsanallahu ilaikum-
“Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu,
lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir.
Laa haula walaa quwwata illaa billaah
Laa ilaaha illallaahu walaa na’budu illaa iyyaahu
Lahun ni’matu walahul fadhlu walahuts tsanaa’ul hasan
Laa ilaaha illallaahu mukhlishiina lahud diina walau karihal kaafiruun.”
Dibaca sebanyak satu kali.
Ini adalah zikir keempat yang dibaca setelah shalat wajib lima waktu.
Yaitu dengan mengucapkan, “Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu,…
lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir…
Laa haula walaa quwwata illaa billaah… dan seterusnya.
Hal ini berdasarkan riwayat Imam Muslim dari riwayat Abu az-Zubair al-Makkiy,
ia berkata, “Dahulu apabila Abdullah bin az-Zubair…
-radhiyallahu ‘anhu- telah melakukan salam di akhir shalatnya, ia lalu membaca:
‘Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu…dan seterusnya.’”
Kemudian ia berkata,
“Ia menyebutkan bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
senantiasa bertahlil dengan zikir itu setiap selesai shalat.”
Yakni beliau membaca tahlil itu setelah mendirikan shalat fardhu.
Dan dalam banyak kitab dari beberapa penulis yang menulis tentang…
kitab-kitab zikir secara umum, atau kitab-kitab zikir shalat secara khusus,
zikir ini hanya disebutkan dari kalimat:
“Laa haula walaa quwwata illaa billaah,
Laa ilaaha illallaahu… dan seterusnya.
Dan mereka tidak menyebutkan kalimat pertamanya.
Mereka menyebutkan zikir ketiga yang dibaca setelah shalat:
“Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir.
Allaahumma laa maani’a limaa a’thoita walaa mu’thiya limaa mana’ta… dan seterusnya.
Kemudian mereka menyebutkan zikir yang keempat, dimulai dari kalimat:
“Laa haula walaa quwwata illaa billaah… dst.”
Apa yang mendasari mereka untuk melakukan ini?
Iya, hai Badar?
Itu jawaban para ahli hadits.
Dan kita sekarang membahas metode para ahli fiqih.
Kita butuh jawaban ahli fiqih.
Benar.
Hal ini termasuk dalam ‘penggabungan antar ibadah’.
Dan ini dilakukan oleh para ahli fiqih dalam banyak perkara.
Jadi hal ini termasuk dalam ‘penggabungan antar ibadah’.
Kalimat pertama pada zikir, “Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu,
lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir.”
Mereka memandangnya sebagai permulaan pada zikir yang pertama, ketiga, dan keempat,
sehingga cukup dibaca sekali saja.
Oleh sebab itu, pada zikir keempat mereka cukup menyebutkan kalimat setelahnya saja.
Maka pada zikir keempat, mereka cukup menyebutkan kalimat setelahnya saja.
Kalian paham perkara ini?
Ini termasuk dalam perkara ‘penggabungan antar ibadah’,
maka cukup melakukan satu saja, dari dua ibadah yang sama.
Dan perkara ini telah dilakukan para ahli fiqih dalam banyak perkara ibadah.
Maka hal ini adalah sesuatu yang sah dari sisi pengamalan fiqih.
Sehingga apa tingkat hukumnya?
Apa tingkat hukumnya?
Boleh, Benar.
Hukumnya, boleh.
Akan tetapi, sunnahnya seperti apa?
Sunnahnya, membaca dua zikir itu sepenuhnya.
Akan tetapi, hukum sunnahnya adalah membaca dua zikir itu seluruhnya.
Perkara ini boleh dilakukan jika dilihat dari sisi kebolehannya.
Namun dari sisi pengamalan sunnahnya,
maka lebih utama bagi seorang hamba..
membaca seluruhnya sesuai sunnah.
Dan fenomena fiqih ini menjelaskan kepadamu perbedaan
antara fiqih zhahir yang dijalankan ahli hadits
dan fiqih yang dijalankan ahli fiqih,…
yang merupakan metode ahli hadits terdahulu,
seperti Imam Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad.
Dan yang dilakukan para ahli fiqih ini…
berdasarkan kaidah agung dalam syariat,
yaitu ‘penggabungan antar ibadah’.
Dan ini adalah perkara yang boleh.
Sedangkan sunnahnya adalah dengan melakukan keduanya secara sempurna.
Sehingga jika ada yang mengatakan ini adalah perkara bid’ah,
maka itu adalah perkataan batil,
karena tidak ada ulama terdahulu mengatakan itu.
Dan perkara ini berdasarkan kaidah fiqih,
yaitu ‘penggabungan antar ibadah’,
karena beberapa ibadah terkadang serupa,
sehingga yang satu ditinggalkan dan cukup melaksanakan yang satu lagi,
tanpa harus mengulangi ibadah yang serupa.
Namun sunnahnya adalah dengan membaca dua zikir ini secara sempurna.
Dan barangsiapa yang luas ilmunya, maka akan mudah memaklumi.
Orang yang luas ilmunya, akan mudah memaklumi orang lain,
karena ia tahu pendapat-pendapat itu memiliki landasan yang diakui dalam syariat…
Sehingga ia tidak terburu-buru mengingkari dan melemahkan pendapat itu.
Namun ia merujuknya kepada sumbernya.
Kemudian menjelaskan bahwa sunnahnya adalah seperti ini dan itu.