Shalat Istikharah dan Konsultasi untuk Cari Jodoh – Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid #NasehatUlama

Setiap orang tentu menginginkan jodoh terbaik bagi dirinya. Sayangnya banyak manusia yang melakukan pelanggaran syariat berkaitan dengan jodoh, misalnya mendatangi dukun atau tukang ramal. Padahal Islam sangat melarang segala macam bentuk praktek perdukunan. Sebaliknya, Islam mengajarkan kita syariat yang agung, di antaranya shalat istikharah.

Di antara adab dalam melamar menurut para ulama adalah istikharah dan berkonsultasi.
Ketika seorang pria berniat melamar seorang wanita
maka selayaknya dia beristikharah kepada Allah Ta’ala
dan berkonsultasi dengan orang yang memiliki pengalaman dan ilmu.
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajari sahabat-sahabatnya untuk istikharah dalam segala urusan,
sebagaimana beliau mengajari mereka sebuah surat dalam Al-Qur’an. (HR. Bukhari)
Apabila istikharah sangat dianjurkan dalam masalah-masalah kecil apalagi dengan urusan seperti ini (cari jodoh)
yang terkait erat dengan kehidupan manusia dan tabiatnya setelah pernikahan?!
Dari Anas -semoga Allah meridainya- beliau berkata, “Ketika masa iddah Zainab telah selesai, …
… Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Zaid, ‘Lamarkan dia untukku.’ …
… Lantas Zaid pergi dan bertemu dengannya ketika dia sedang memberi ragi pada adonannya. …
… Dia berkata, ‘Wahai Zainab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, beliau ingin meminangmu.’
Zainab berkata, ‘Aku tidak pernah melakukan sesuatu apapun tanpa memohon petunjuk kepada Tuhanku. …’” (HR. Muslim)
Dan dengan demikian inilah dia meminta petunjuk kepada Tuhannya, maksudnya beristikharah kepada-Nya.
Kemudian dia pergi ke tempat salatnya, lalu turunlah ayat Al-Quran
yang menikahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab, dengan firman Allah ta’ala
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri hubungannya dengan istrinya, Kami nikahkan kamu dengan dia. (QS. Al-Ahzab: 37)
Dan di sini juga terdapat anjuran untuk istikharah
bagi wanita, diambil dari hadis tersebut yang diriwayatkan oleh Muslim.
Dan disyariatkan bagi seorang mukmin ketika hendak melakukan sesuatu urusan yang penting,
baik urusan besar atau urusan yang sepele untuk beristikharah kepada Allah Ta’ala,
untuk memohon ketetapan yang baik dari Allah yang Maha Agung lagi Maha Mulia.
Dia mengangkat kedua tangannya setelah salat dua rakaat
untuk berdoa kepada Tuhan-Nya dengan doa istikharah yang sudah dikenal.
Ketika dia sudah selesai istikharah dan terasa lapang dadanya dengan urusan tersebut
maka itu menjadi tanda bahwa urusan tersebut adalah yang Allah pilihkan baginya.
Namun apabila dia masih ragu-ragu, maka hendaknya diulang, dia boleh mengulang istikharah
untuk kali kedua atau ketiga hingga jelas baginya urusannya,
namun jika tidak demikian, hendaknya dia kuatkan dengan berkonsultasi dengan orang yang berpengalaman dan berilmu.
Syeikhul Islam -semoga Allah merahmati beliau- berkata, “Apabila seseorang telah beristikharah kepada Allah …
… dan kemudian menjadi lapang hatinya dan segala urusan menjadi mudah baginya …
… maka pilihan itulah yang Allah pilihkan untuknya.”
Sebagian ulama berkata bahwa seseorang yang sudah istikharah tidak harus merasakan sesuatu.
Jika sudah jelas baginya kebaikan dalam suatu urusan, hendaknya dia beristikharah,
kemudian melakukannya tanpa harus menunggu mimpi, merasakan sesuatu firasat, atau yang lainnya.
Ketika seorang wanita menolak pinangan seorang lelaki setelah ia beristikharah
maka mungkin itu yang terbaik dan semoga Allah menyediakan baginya seseorang pria yang lebih baik.
Dan begitu pula apabila seseorang gagal dalam proses lamaran, maka mungkin Allah ‘Azza wa Jalla
telah menyiapkan orang yang lebih baik dari padanya, selagi dia telah melakukan istikharah.
Oleh karena itu tidak selayaknya dia merasa hancur hatinya dan mengikuti bisik-bisik setan,
tidak perlu juga dia memperturutkan bisik-bisik setan dan kegelisahan,
namun dia harus rida, berserah diri,
dan mengerti bahwa itu merupakan ketetapan dari Allah yang Maha Tinggi.
Dan sungguh Allah ‘Azza wa Jalla yang membagi-bagikan rezeki untuk hamba-hamba-Nya,
termasuk di dalamnya pembagian jodoh.
Namun sebagian pemuda dan pemudi justru menukar, mengganti istikharah dengan pergi ke tukang klenik
dari kalangan tukang sihir dan peramal untuk mengetahui zodiak
peminangnya, nasibnya, dan keberuntungannya.
Dan ketika sang peramal menyarankan mereka untuk lanjut ke pernikahan, mereka melakukannya
atau jika mereka disarankan untuk mundur maka mereka mundur.
Demikian pula, sama saja menghubungi melalui siaran-siaran pelaku klenik, pendusta, dan peramal tersebut,
mengunjungi situs-situs mereka di internet, menghubungi mereka via telepon,
atau mendatangi mereka secara pribadi, karena sungguh Nabi ‘alaihish shalatu was salam telah bersabda,
Barang siapa mendatangi seorang dukun dan membenarkan apa yang dia katakan, maka sungguh dia telah berlepas (kufur) …
… dari agama yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad)
Dan semua cara tersebut, tercakup dalam kata ‘mendatangi’.

***

آدَابُ الْخِطْبَةِ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ الْاِسْتَخارَةُ وَالْاِسْتِشَارَةُ
فَإِذَا عَزَمَ عَلَى خِطْبَةِ امْرَأَةٍ
فَيْنْبَغِي أَنْ يَسْتَخِيرَ اللهَ تَعَالَى
وَيَسْتَشِيرَ مَنْ لَهُ خِبْرَةٌ
وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الْاِسْتَخارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا
كَمَا يُعَلِّمُهُمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
وَإِذَا كَانَتِ الْاِسْتِخَارَةُ فِي دَقيقِ الْأُمُورِ فَكَيْفَ بِمِثْلِ هَذَا الْأَمْرِ
الَّذِي تَتَوَقَّفُ عَلَيهِ حَيَاةُ الْإِنْسَانِ وَطَبِيعَتُهَا بَعْدَ الزَّوَاجِ!؟
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا انْقَضَتْ عِدَّةُ زَيْنَبَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِزَيْدٍ اُذْكُرْهَا عَلَيَّ
فَانْطَلَقَ زَيْدٌ حَتَّى أَتَاهَا وَهِيَ تُخَمِّرُ عَجِينَهَا
فَقَالَ يا زَيْنَبُ أَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُكِ
قَالَتْ مَا أَنَا بِصَانِعَةٍ شَيْئًا حَتَّى أُوَامِرَ رَبِّي
وَهَذِهِ الْمُؤَامَرَةُ تَسْتَأْمِرَ رَبَّهَا يَعْنِي تَسْتَخِيرَهُ
فَقَامَتْ إِلَى مَسْجِدِهَا وَنَزَلَ الْقُرْآنُ
أَيْ بِتَزْوِيجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَيْنَبَ بِقَولِهِ تَعَالَى
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا – الْأحْزَابُ الْآيَةُ 37
وَفِي ذَلِكَ اسْتِحْبَابُ الْاِسْتَخارَةِ
يُؤْخَذُ مِنْ هَذَا الْحَدِيثِ الَّذِي رَوَاهُ مُسْلِمٌ لِلْمَرْأَةِ أَيْضًا
وَالْمَشْرُوعُ لِلْمُؤْمِنِ إِذَا هَمَّ بِشَيْءٍ لَهُ شَأْنٌ
سَواءً كَانَ كَبِيرًا أَوْ صَغِيرًا أَنْ يَسْتَخِيرَ اللهَ تَعَالَى
لِيَطْلُبَ تَقْدِيرَ الْخَيْرِ مِنْهُ عَزَّ وَجَلَّ
وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ بَعْدَ الرَّكْعَتَيْنِ
دَاعِيًا رَبَّهُ بِالدُّعَاءِ الْمَعْرُوفِ
فَإِذَا اسْتَخَارَ وَانْشَرَحَ صَدْرَهُ لِهَذَا
فَهِيَ عَلَامَةٌ عَلَى أَنَّ هَذَا هُوَ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ لَهُ
وَإِذَا بَقِيَ مُتَرَدِّدًا فَإِنَّهُ يُعِيدُ… فَإِنَّ لَهُ أَنْ يُعِيدَ الْاِسْتَخارَةَ
ثَانِيًا وَثَالِثًا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ
وَإِلَّا رَجَّحَ بِالْاِسْتِشَارَةِ
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ رَحِمَهُ اللهُ فَإِذَا اسْتَخَارَ اللهَ
كَانَ مَا شَرَحَ لَهُ صَدْرَهُ وَتَيَسَّرَ لَهُ مِنَ الْأُمُورِ
هُوَ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ لَهُ
وَبَعْضُ الْعُلَمَاءِ يَقُولُ لَا يُحِسُّ … لَا يُشْتَرَطُ أَنْ يُحِسَّ بِشَيْءٍ
فَإِذَا تَبَيَّنَ لَهُ الْمَصْلَحَةُ فِي الْأَمْرِ اِسْتَخَارَ
وَأَقْدَمَ عَلَيْهِ لَا يَنْتَظِرُ رُؤْيًا وَلَا إِحْسَاسًا وَلَا غَيْرَ ذَلِكَ
وَإِذَا رَدَّتِ الْفَتَاةُ خَاطِبًا بَعْدَ الْاِسْتِخَارَةِ
فَلَعَلَّ هَذَا هُوَ الخَيْرُ وَأَنْ يُهَيِّأَ لَهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ
وَكَذَلِكَ إِذَا انْسَحَبَ مِنَ الْخِطْبَةِ فَلَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
يُهَيِّأُ لَهَا خَيْرًا مِنْهُ مَا دَامَتْ قَدِ اسْتَخَارَتْ
فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَنْكَسِرَ قَلْبُهَا وَلَا أَنْ تَسْتَسْلِمَ لِخَوَاطِرِ الشَّيْطَانِ
وَلَا أَنْ تَسْتَسْلِمَ لِخَوَاطِرِ الشَّيْطَانِ وَالْهَمِّ
بَلْ تَرْضَى وَتُسَلِّمُ
وَتَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ قَضَاءٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى
وَاللهُ عزَّ وَجَلَّ يُقَسِّمُ الْأَرْزَاقَ بَيْنَ الْعِبَادِ
وَمِنْ ذَلِكَ تَقْسِيمُ الْأَزْوَاجِ عَلَى الزَّوْجَاتِ
وَبَعْضُ الْفَتَيَاتِ وَالشَّبَابِ يَسْتَبْدِلُونَ الْاِسْتَخارَةَ بِالذَّهَابِ إِلَى الْمُشَعْوِذِينَ
مِنَ السَّحَرَةِ وَالْعَرَّافِينَ لِمَعْرِفَةِ نَجْمِ
خَاطِبٍ وَحَظِّهِ وَسَعْدِهِ
فَإِذَا نَصَحَهُمُ الْعَرَّافُ بِالْإِقْدَامِ عَلَى الزَّوَاجِ أَقْدَمُوْا
أَوْ بِالْإِحْجَامِ أَحْجَمُوا
وَسَواءً كَانَ ذَلِكَ بِالْاِتِّصَالِ بِقَنَاتِ الشَّعْوَذَةِ وَالدَّجَلِ وَالْعَرَفَةِ
أَوْ بِإِتْيَانِ مَوَاقِعِهِمْ عَلَى الشَّبَكَةِ أَوْ بِالْاِتِّصَالِ بِهِمْ هَاتِفِيًّا
أَوْ بِالْقُدُومِ إِلَيْهِمْ شَخْصِيًّا فَقَدْ قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ بَرِأَ
مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
وَكُلُّ تِلْكَ الصُّوَرِ دَاخِلَةٌ فِي الإِتْيَانِ