Bahagia adalah perasaan senang karena mendapatkan sesuatu yang diharapkan atau terbebas dari segala yang menyusahkan. Setiap orang pasti pernah merasakan kegembiraan di dalam hidupnya. Akan tetapi gembira itu ada yang terpuji dan ada yang tercela.
Gembira yang terpuji adalah gembira dalam ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Ketika seseorang mendapati dirinya bersemangat dalam kebaikan.
Dan ketika terbuka berbagai kesempatan baginya,
kemudian ia mendapati hatinya penuh semangat dalam memanfaatkannya, maka ia menjadi gembira,
dan merasa senang atas itu.
Ini adalah kegembiraan yang menjadi tanda keberuntungan.
Tuhan kita ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan siapa orang yang berhak mendapatkannya,
dan siapa orang-orang yang memiliki sifat ini.
Allah juga menjelaskan bahwa hendaklah seorang Mukmin merasa gembira dengan itu.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. (QS. Yunus: 57 – 58)”
Inilah kebahagiaan yang seharusnya, wahai Saudara-saudara
Seorang Muslim merasa gembira dengan karunia dan rahmat Allah.
Dan yang dimaksud dengan karunia dan rahmat Allah dalam ayat ini adalah al-Quran.
Perhatikanlah bagaimana Tuhan kita berfirman, “Hendaklah dengan itu, mereka bergembira …”
Jar dan Majrur (فَبِذَلِكَ) “dengan itu” dalam kalimat ini didahulukan untuk memberi makna pembatasan dan pengkhususan,
yakni hanya inilah hal yang layak digembirakan, tidak ada yang lain.
Kemudian Allah berfirman, “Itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”, yakni ia lebih baik daripada dunia dan seisinya
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman, “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu.” (QS. Ar-Ra’d: 36)
Yakni mereka bergembira dengan al-Quran.
Inilah keadaan orang Muslim yang mendapatkan taufik—dan kita memohon kepada Allah agar memberi kita taufik—
hendaklah ia merasa gembira dengan waktu-waktu yang penuh kebaikan,
karena ia memandangnya sebagai waktu-waktu yang agung,
dan dengan memanfaatkannya, ia dapat meraih banyak pahala yang agung.
Sedangkan dengan melalaikannya, maka itu menjadi tanda terhalangnya dari kebaikan dan tanda kehinaan. Sungguh tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah.
***
أَمَّا الْفَرَحُ الْمَحْمُودُ فَهُوَ الْفَرَحُ بِطَاعَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
عِنْدَمَا يَرَى الْإِنْسَانُ مِنْ نَفْسِهِ نَشَاطًا فِي الْخَيْرِ
وَعِنْدَمَا تُتَاحُ لَهُ هَذِهِ الْفُرَصُ
فَيَرَى مِنْ قَلْبِهِ إِقْبَالًا عَلَى اغْتِنامِهَا فَإِنَّهُ يَفْرَحُ
وَيُسَرُّ بِذَلِكَ
هَذَا الْفَرَحُ الَّذِي حَظَّ
وَبَيَّنَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ مَنْ هُمْ أَهْلُهُ
وَمَنِ الَّذِينَ يَتَّصِفُونَ بِهِ
وَبَيَّنَ أَنَّهُ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَفْرَحَ بِهِ الْمُؤْمِنُ
قَالَ تَعَالَى
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ
فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
يَفْرَحُ الْمُسْلِمُ بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
وَفَضْلُ اللهِ وَرَحْمَتُهُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ هُوَ الْقُرْآنُ
وَتَأَمَّلُوا كَيْفَ قَالَ رَبُّنَا فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
قَدَّمَ الْجَارَّ وَالْمَجْرُورَ هُنَا لِيَدُلَّ عَلَى الْحَصْرِ وَالْاِخْتِصَاصِ
أَيْ هَذَا مَحَلُّ الْفَرَحِ لَا غَيْرَ
ثُمَّ قَالَ هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ هُوَ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ وَالَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
يَفْرَحُونَ بِالْقُرْآنِ
فَهَذَا حَالُ الْمُسْلِمِ الْمُوَفَّقِ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ التَّوْفِيْقَ
أَنْ يَفْرَحَ بِمَوَاسِمِ الْخَيْرِ
لِأَنَّهُ يَرَاهَا مَوَاسِمَ عَظِيْمَةً
وَفِي اغْتِنَامِهَا أُجُوْرٌ عَظِيْمَةٌ
وَفِي تَفْرِيْطٍ فِيْهَا حِرْمَانٌ وَخِذْلَانٌ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ