Dari waktu ke waktu, manusia senantiasa berburu kebahagiaan. Apapun rela dilakukan agar dapat merasakan kehidupan yang menenangkan. Setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan ini dengan bahagia. Karena kebahagiaan itu bukan dikhususkan hanya untuk orang-orang berharta ataupun berkedudukan.
Bagaimana cara meraih kebahagiaan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan nasihat kepada umatnya tentang perkara-perkara yang akan mendatangkan kebahagiaan. Salah satu cara agar hidup bahagia yaitu dengan menjauhi fitnah. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ
Artinya: Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah mereka yang menjauhi fitnah. (HR. Abu Dawud dan selainnya dengan sanan yang shahih dari al-Miqdad bin al-Aswad radhiallahu ‘anhu)
Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, ia menisbatkan riwayat ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Beribadah di masa Harj (fitnah) bagaikan berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, dan tidak diriwayatkan al-Bukhari, sehingga hadis ini hanya diriwayatkan Imam Muslim tanpa Imam al-Bukhari.
Dalam hadis ini dijelaskan bahwa beribadah di masa Harj bagaikan berhijrah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Makna Harj yakni fitnah (ujian).
Disebut dengan Harj karena di dalam fitnah ada banyak perkara yang bercampur-aduk.
Orang Arab menyebut sesuatu yang bercampur aduk dengan sebutan Harj.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
bahwa beristiqamah dalam ibadah pada masa terjadinya fitnah bagaikan berhijrah kepada beliau,
karena dalam dua hal tersebut sama-sama terdapat penghindaran diri dari perkara yang dilakukan banyak orang.
Karena dalam dua hal tersebut sama-sama terdapat penghindaran diri dari perkara yang dilakukan banyak orang.
Orang yang tetap beribadah pada masa fitnah harus menghindarkan dirinya dari yang dilakukan banyak orang
yang sibuk mengumpulkan berita tentang fitnah yang terjadi dan sibuk membahasnya.
Berhijrah juga mengandung makna itu di dalamnya.
Karena orang yang berhijrah harus menghindarkan dirinya dari orang-orang yang ada di negeri kafir
dan berpindah menuju negeri Islam.
Oleh sebab itu, kedua hal ini disetarakan karena sama-sama mengandung makna tersebut.
Dalam hadis ini disebutkan keutamaan ibadah pada masa terjadinya fitnah.
Adapun sebab yang menjadikannya utama adalah
karena manusia menjadi lalai ketika itu.
Sebab yang menjadikannya utama adalah karena manusia lalai ketika itu.
Di antara kaidah dalam syariat: amal menjadi agung ketika dilakukan pada masa yang melalaikan.
Di antara kaidah dalam syariat adalah:
amal menjadi agung saat dilakukan pada masa yang melalaikan.
Kaidah ini banyak disebutkan dalam hadis.
***
عَن مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ رَدَّهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
هَذَا الْحَدِيثُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ دُون الْبُخَارِيِّ فَهُوَ مِنْ أَفْرَادِهِ عَنْهُ
وَفِيْهِ أَنَّ الْعِبَادَةَ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالْهَرْجُ الْفِتْنَةُ
سُمِّيَتْ هَرْجًا لِمَا فِيهَا مِنَ الِاخْتِلَاطِ
وَالْعَرَبُ تُسَمِّي الشَّيْءَ إِذَا اخْتَلَطَ هَرْجًا
وَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ لُزُومَ الْعِبَادَةِ فِي زَمَنِ الْفِتْنَةِ كَهِجْرَةٍ إِلَيْهِ
لِاشْتِرَاكِهِمَا فِي نَزْعِ النَّفْسِ مِمَّا عَلَيْهِ النَّاسُ
لِاشْتِرَاكِهِمَا فِي نَزْعِ النَّفْسِ مِمَّا عَلَيْهِ النَّاسُ
فَالْمُقْبِلُ عَلَى اللهِ بِالْعِبَادَةِ فِي الْفِتْنَةِ يَنْزَعُ نَفْسَهُ مِمَّا عَلَيْهِ حَالُ النَّاسِ
مِنْ إِقْبَالِهِمْ عَلَى جَمْعِ أَخْبَارِ الْفِتْنَةِ وَتَدَاوُلِ أَحَادِيْثِهَا
وَالْهِجْرَةُ يُوجَدُ هَذَا الْمَعْنَى فِيهَا
فَإِنَّ الْمُهَاجِرُ يَنْزَعُ نَفْسَهُ مِمَّنْ هُوَ فِيهِمْ مِنَ الْخَلْقِ فِي دَارِ الْكُفْرِ
فَيَتَحَوَّلُ إِلَى دَارِ الإِسْلَامِ
فَجُعِلَتْ مَعْدُولَةً بِهَا لِمَا بَيْنَهُمَا مِنَ الِاشْتِرَاكِ فِي هَذَا الْمَعْنَى
وَفِي الْحَدِيثِ فَضْلُ الْعِبَادَةِ فِي زَمَنِ الْفِتْنَةِ
وَمُوجِبُ تَفْضِيلِهَا
غَفْلَةُ الْخَلْقِ فِيهَا
وَمُوجِبُ تَفْضِيلِهَا غَفْلَةُ الْخَلْقِ فِيهَا
وَمِنْ قَوَاعِدِ الشَّرْعِ تَعْظِيْمُ الْعَمَلِ زَمَنَ الْغَفْلَةِ
وَمِنْ قَوَاعِدِ الشَّرْعِ
تَعْظِيْمُ الْعَمَلِ زَمَنَ الْغَفْلَةِ
وَهَذَا وَاقِعٌ فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ